Monday, December 10, 2012

RIJ 1965-1985 2B Latar Belakang Sejarah


B. Latar Belakang Sejarah

Pada abad ke 14 dimuara sungai Ciliwung telah berkembang dan merupakan daerah perdagangan dengan pelabuhannya yang disebut Sunda Kelapa.

Pada tahun 1527 pelabuhan tersebut dikuasai oleh raja Faletehan dari Kerajaan Islam Jawa Tengah dan menggantikan namanya menjadi Jayakarta, dan selanjutnya pada tahun 1621 oleh J.P. Coen dirobah lagi nama daerah tersebut menjadi Batavia.

Untuk tujuan penguasaan daerah tersebut pertama-tama dibuat (dibangun) benteng yang meliputi luas tanah 6,1 Ha dan dikelilingi oleh saluran-saluran yang kemudian pada tahun 1770 benteng tersebut diperluas lagi kearah Timur dan Selatan sehingga mencapai luas ±107 Ha.

Setelah benteng kedua sebagai perluasan selesai maka barulah V.O.C. dapat menguasai seluruh daerah Batavia. Benteng mana diperlengkapi dengan gudang-gudang besar untuk menimbun barang-barang hasil bumi dari daerah pedalaman yang kemudian diangkut kenegeri Belanda.

Wilayah perbentengan tersebut dibangun secara membuat blok-blok yang dikelilingi dengan saluran-saluran yang fungsinya sebagai "polder" yang dipecah-pecah. Sistim tersebut diteruskan hingga akhir tahun 1800 dan meliputi luas ±142 Ha.

Ternyata dengan sistim tersebut daerah kota (benteng) masih belum dapat diamankan terhadap bahaya banjir berhubung tanahnya sangat rendah. Keadaan rendah yang berair ini menyebabkan bencana terhadap kesehatan, sehingga kemudian dicari daerah yang lebih tinggi lagi ialah Senen - Bungur Besar - Tanah Abang dan Gambir (Weltevreden).

Pada abad ke 19 wilayah tersebut terus berkembang sampai mencapai luas ±2.600 Ha ke Selatan dan Tenggara ialah Meester Cornelis (Jatinegara), dan Timur-Laut kedaerah pelabuhan Tanjung Priok.

Karena pada zaman itu Pemerintahan Kolonial masih belum juga dapat mengatasi bahaya banjir akibat Ciliwung, maka daerah kediaman dicarikan yang letaknya agak tinggi (Jatinegara) terutama untuk tempat tinggal pembesar-pembesar kolonial, dan sebaliknya daerah usaha (perdagangan) dialihkan ke Tanjung Priok.

Untuk mengurangi malapetaka banjir maka dibuatlah saluran (Kanal) besar yang disebutnya "banjir Kanal" dan disalurkan kearah Barat (Grogol) dan sebagian ke Timur (saluran Gunung Sahari) dan keduanya bermuara dipantai Utara (Laut Jawa).

Kota Jakarta dalam masa perkembangannya berbentuk "multi-nucleus" dengan pusat-pusat kegiatan kota yang tak jelas batas-batasnya, tersebar disebelah Utara (Tanjung Priok), sebelah Selatan (Jatinegara), sebelah Barat (Tanah Abang, Grogol), sebelah Utara (Pancoran, Glodok, Pasar Ikan) dibagian Tengah (Gambir, Senen).
 
Pada tahun 1962 setelah selesai dibangun kompleks Gelora Bung Karno, maka berentetlah pembangunan­pembangunan raksasa dikota Jakarta, baik yang bersifat bangunan-bangunan monumental (monumen-monumen, kantor-kantor dan perhotelan) maupun wilayah-wilayah perumahan seluas ±1.600 Ha sedang luas daerah pembangunan meliputi ± 18.000 Ha.

Dalam rangka pembangunan tersebut, dimana perlu juga dicapai perhubungan dan lalu lintas yang baik, dibangun pulalah jalan lingkar (Jl. Yos Sudarso, Jl. Jendral Gatot Subroto, Jl. Slipi Raya), serta penyempurnaan hubungan lalu-lintas kota lainnya.

Dengan perlengkapan-pertengkapan kota yang disempurnakan, kerangka jalan yang lebih baik maka daerah pembangunan menjadi lebih kompak sehingga bentuk "multi-nucleus" berubah menjadi "mono-nucleus" yang besar dengan radius menyebar 7,5 Km dari pusat (Tugu Nasional).

Pada tahun 1964, Undang-undang Nomer 10 menetapkan dan menegakkan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia.

No comments:

Post a Comment