Friday, September 14, 2012
Gita Jaya 10 : Rangkuman Masalah
Pada bab-bab terdahulu telah saya uraikan pokok-pokok permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah DKI Jakarta serta kaitannya satu sama lain. Saya melihat bahwa permasalahan tersebut bisa juga dilihat secara lebih seksama, sebagai suatu sistim. Artinya tiap-tiap masalah selalu mempunyai kaitan dengan masalah lainnya. Sebagai contoh, masalah banjir di Jakarta erat hubungannya dengan kepadatan bangunan, hujan kiriman, beban saluran pembuangan dan tertib buangan sampah ini banyak dipengaruhi oleh keterbatasan kemampuan pemerintah dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat ini meliputi, tingkat pendidikan, mata pencaharian serta pengertiannya terhadap tertib kehidupan perkotaan. Sedang kemampuan pemerintah merupakan pencerminan dari tingkat hidup penduduknya serta tersedianya sumber dan kemampuan untuk mengembangkannya. Semua ini terlihat dalam bentuk konkritnya berupa kemampuan untuk memberikan pelayanan pendidikan, sosial khususnya kesehatan penyediaan lapangan kerja dan pengembangan ekonomi kota serta pengelolaan sarana-sarana kota.
Rangkaian kaitan tersebut dapat kita lanjutkan, yang akhirnya bisa diperoleh gambaran secara lengkap rangkuman permasalahan Jakarta dalam suatu kesatuan sistim yang terpadu.(1) Saya memperoleh kesan bahwa kemampuan masyarakat dan sementara kalangan aparatur pemerintah sendiri untuk melihat kerangka permasalahan secara sistim semacam ini masih sangat terbatas. Akibatnya berbagai kebijaksanaan yang saya rumuskan umumnys dilihat dan dinilai secara satu persatu, tanpa melihat kaitannya satu dengan lainnya.
Hal ini dapat menyebabkan ketimpangan penilaian. Sebab seperti saya katakan, kebijaksanaan untuk menghadapi sesuatu masalah harus dilihat kaitannya dengan masalah-masalah lain secara keseluruhan. Demikian pula terhadap penetapan prioritas serta cara-cara yang saya tempuh untuk memecahkan sesuatu masalah, tidak bisa hanya dinilai secara terpecah-pecah (fragmented).
Saya melihat kerangka sistim masalah pengelolaan Ibukota ini sebagai rangkaian yang saling berkaitan dari sub sistim sarana dan prasarana fisik, sub sistim sosial budaya, sub sistim ekonomi kota dan sub sistim politik dan pemerintahan. Kebijaksanaan yang digariskan pada setiap sektor, saya lihat kaitan sebab akibat maupun pengaruhnya terhadap bekerjanya setiap sub sistim itu. Oleh karena itu penilaiannya harus pula dilihat dalam konteks keseluruhan sistim. Penetapan prioritas, pilihan secara pemecahan dan alokasi anggaran, saya tetapkan tidak atas dasar penglihatan masalah dalam pengkotakan sektor, tetapi dipilih yang membawa manfaat terbesar, termasuk pertimbangan kepentingan jangka panjang.
Rangkaian penetapan prioritas dan pendekatan yang saya gariskan berturut-turut dari periode Pola Rehabilitasi, REPELITA I, Repelita II serta program tahunan dan perincian kebijaksanaan operasionil yang saya letakkan; sudah saya teropong dengan rasionalitas. Dari sinilah hendaknya ditelusur, mengapa saya menetapkan misalnya: pengamanan fisik, perbaikan kampung, kesehatan dan pendidikan merupakan masalah yang menjadi perhatian saya yang utama. Dari situ pula bisa diterangkan kebijaksanaan-kebijaksanaan saya lainnya yang tampak "inkonvensionil".
Corak utama sistim permasalahan Jakarta diwarnai dengan masalah manusia beserta segala nilai-nilai, persepsi, harapan dan kebutuhan-kebutuhannya. Corak itu kemudian menghasilkan amanat rakyat yang harus diemban Jakarta dalam bentuk penyajian pelayanan, penyediaan sarana dan prasarana untuk mewujudkan harapan dan kebutuhan masyarakat kotanya, menciptakan iklim yang sesuai bagi pengembangan eksistensi dan keselarasan kota ini. Inilah antara lain keharusan-keharusan dasar itu.
Kwalitas permasalahan yang dihadapi di Ibukota membutuhkan suatu perangkat pemerintahan yang tangguh dan tanggap terhadap dinamik tantangan tugasnya. Secara strukturil perangkat ini harus benar-benar menjamin kelancaran pemberian pelayanan masyarakat serta usaha pembangunan secara seksama. Karena tidak hanya intensitas kebutuhan pelayanan itu dari waktu ke waktu meningkat secara pesat, tetapi juga secara kwalitatif kebutuhan pembangunan dan pelayanan di Jakarta meningkat pula. Penyempurnaan pola kerja dan sistim tata kerja perlu dilakukan secara terus menerus, agar hasil guna dan daya guna serta daya pelayanan dapat dijamin. Tenaga-tenaga yang bekerja dalam perangkat Pemerintah DKI Jakarta perlu secara terus menerus disatu bahasakan dalam melakukan tugasnya.
Peningkatan keterampilan dan kemampuan mereka, merupakan kebutuhan implisit dari usaha pembaharuan dan modernisasi administrasi Pemerintah Daerah di Jakarta. Saya memastikan, kota ini tidak dapat menghindarkan diri dari kebutuhan untuk menerapkan tekhnologi yang tinggi dan yang sesuai.
Dalam pada itu partisipasi masyaratkat merupakan unsur yang penting sekali dalam melancarkan usah pembaharuan dan modernisasi. Seperti telah saya uraikan, sasaran pembangunan adalah manusia. Oleh karena itu, keterlibatan mereka dalam usaha pembangunan tidak hanya merupakan keharusan, tetapi merupakan tujuan pembaharuan itu sendiri. Pengembangan pola-pola partisipasi masyarakat yang sudah saya lakukan selama ini, membutuhkan penilaian secara terus menerus. Saya menganggap masalah kelembagaan kemasyarakatan merupakan salah satu kekurangan terpokok bagi kemudahan pengembangan partisipasi ini. Pemanfaatan organisasi-organisasi masyarakat baik yang bersifat kewilayahan, profesi, kesarjanaan, bidang usaha, pemuda dan mahasiswa, wanita, minat, keahlian dan lain-lainnya yang telah saya kembangkan selama ini masih membutuhkan konsolidasi yang lebih mantap. Organisasi semacam itu penting sekali artinya bagi pelembagaan partisipasi, agar betul-betul dapat berhasil guna. Usaha penggalangan ini akan dibantu dengan sikap keterbukaan Pemerintah Daerah, aparatur, serta tata kerjanya terhadap keikutsertaan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk "social support", "social control" maupun "social participation".
Perhatian utama dalam pengembangan pelayanan masyarakat dan usaha pembangunan di Jakarta saya fikir harus diletakkan dalam pengadaan dan pelayanan "kebutuhan-kebutuhan terpokok" penduduk kota. Pendidikan, kesehatan, keamanan ketenteraman, kebebasan dari rasa takut, lapangan kerja, mobilitas, permukiman dan rekreasi merupakan unsur kebutuhan pokok penduduk kota. Di dalam Rencana Induk Jakarta penyediaan pelayanan-pelayanan ini dipolakan dalam bentuk Jakarta sebagai kota pusat pemerintahan, industri, perdagangan, pariwisata, jasa-jasa dan kebudayaan. Pelayanan kebutuhan terpokok warga kota yang saya gambarkan di atas bukan main luas lingkupnya. Perkembangan tingkat kebutuhan penduduk Jakarta umumnya kwalitatif lebih tinggi dan cepat meningkatnya. Oleh karena itu pada setiap periode dan tahapan pembangunan prioritas-prioritas perlu digariskan secara cermat. Bagi Jakarta, seorang pimpinan Pemerintah Daerah harus menghindarkan diri dari perangkap-perangkap untuk menetapkan prioritas semata-mata atas pertimbangan jangka pendek; tanpa melihat pengaruh keputusan itu terhadap kebutuhan jangka panjang. Perangkap ini perlu saya garis bawahi karena masa jabatan seorang Gubernur, berdasarkan undang-undang yang ada, tidak akan lebih dari lima sampai sepuluh tahun.(2)
Apabila jangka penglihatan semata-mata didasarkan untuk mengejar prestasi dalam kurun waktu masa jabatan itu, beberapa keputusannya mungkin dapat membawa pengaruh yang sukar untuk pertumbuhan Jakarta dalam jangka panjang. Itulah sebabnya saya menggaris bawahi pentingnya secara terus menerus dipedomani sasaran jangka panjang pembangunan kota yang dituangkan dalam Rencana Induk Jakarta.
Rencana induk ini, sesuai dengah ketentuan pengesahannya; setiap lima tahun sekali perlu dinilai kembali bila perlu dilakukan penyesuaian. Rencana induk berfungsi sebagili suatu pegangan dasar bagi perumusan program-program jangka pendek dan jangka menengah. Jakarta, dengan penduduk 5 1/2 juta, kepadatan yang tinggi dan tingkat pertumbuhan yang pesat dari tahun ke tahun kondisinya akan selalu rawan (fragile); dalam arti penangananan yang keliru dapat menghancurkan seluruh masa depan kota ini.
Untuk menjamin terlaksananya berbagai program yang dilancarkan oleh Pemerintah Daerah selalu dibutuhkan pelayanan-pelayanan penunjang oleh instansi-instansi di luar lingkungan Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Saya ingin menggaris bawahi pentingnya konsolidasi dan peningkatan pelembagaan kerjasama antara Pemerintah DKI Jakarta dengan perangkat kekuasaan negara yang ada di Jakarta.
Kebijaksanaan Presiden yang dituangkan dalam pembentukan MUSPIDA perlu benar-benar dijabarkan secara tekhnis dalam bentuk pelembagaan operasionil kerjasama yang lebih konkrit. Syarat-syarat dan kondisi kerjasama itu sudah saya uraikan dengan terperinci dalam bab-bab terdahulu. Saya merasa stabilitas dan kelancaran pemerintahan dan pembangunan di Jakarta hanya mungkin berjalan dengan adanya dukungan dan pelembagaan kerjasama antara berbagai alat kekudsaan negara itu tadi.
Untuk dapat melaksanakan kegiatan pelayahan dan pembangunan dibutuhkan uang, dan uang ini padadasarnya dipungut dari masyarakat sendiri. Hasil pungutan ini kemudian dikembangkan dalam bentuk pelayanan yang tepat dan cermat dalam sistim ketatanegaraan kita, pemungutan sumber pembiayaan dari masyarakat itu ada sebagai hasil pungutan itu kepada daerah dalam bentuk subsidi, bantuan, ganjaran dan lain-lain. Pengalaman saya selama sebelas tahun menjadi Gubernur Jakarta mengajarkan bahwa kemampuan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan sumber-sumber pendapatannya merupakan salah satu ukuran dari tertib administrasi Pemerintah Daerah. Kemampuan itu juga merupakan ukuran yang baik bagi kedewasaan daerah untuk melaksanakan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Meningkatnya pendapatan daerah bersumber pada kemampuan untuk menggali sumber-sumber yang ada, tertib administrasi serta tertib pemungutan dan kemampuan riel masyarakat sebagai wajib pajak. Secara politik besarnya pendapatan daerah juga mencerminkan integritas Pemerintah Daerahnya, sehingga meyakinkan pembayar, pajak untuk memenuhi kewajiban mereka. Karena itu perhatian terhadap sumber keuangan tidak semata-mata merupakan masalah akumulasi dana pembangunan. Pendapatan daerah juga merupakan ukuran integritas politik, integritas administrasi, kerja keras dan kecerdikan perangkat Pemerintah Daerah. Karena itu, soal ini harus merupakan salah satu masalah utama yang menuntut perhatian seorang Gubernur Kepala Daerah. Gubernur Kepala Daerah adalah pimpinan Pemerintahan Daerah, ia bukan Kepala Jawatan, karena itu tidak boleh hanya menggantungkan subsidi, bantuan, ganjaran Pemerintah Pusat untuk membiayai program-programnya.
Kemampuan untuk meningkatkan pendapatan daerah harus menjadi ukuran performance politik bagi seorang Gubernur. Dengan cara demikian pendewasaan otonomi daerah dapat dirangsang.
(1) Untuk penjelasan terperinci dari penglihatan sistim dari suatu masalah ini lihat misalnya Stafford Beer: Cybernetics and Management. New York: John Wiley. 1959.
(2) UU No.5 tahun 1974 tanggal 31 Juli 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah pasal 17 ayat (1).
sumber:
Ali Sadikin. "Konsolidasi Pembangunan Untuk Jakarta, Suatu Saran" dalam Gita jaya : catatan gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977. Jakarta : Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1977.)
Labels:
Gita Jaya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment