Sunday, September 16, 2012

Gita Jaya 4 : Kebijaksanaan Pembangunan Sarana Perkantoran


Pembangunan sarana perkantoran pemerintahan, saya kaitkan dengan kerangka pembangunan dan pembaharuan administrasi. Oleh karena itu, kebijaksanaan pembangunan perkantoran Pemerintah DKI Jakarta secara menyeluruh harus dilihat dalam hubungan itu. Strategi pembangunan perkantoran yang saya gariskan itu, mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini.

Pertama, faktor strukturil. Guna menjamin terselenggaranya hubungan kerja yang baik serta untuk menjamin kelancaran pelayanan masyarakat, di setiap tingkat pemerintahan, yaitu Kantor Gubernur, Walikota, Kecamatan dan Kelurahan pengaturan lokasinya terpusat sebisa-bisa di tengah-tengah kawasan pelayanannya. Dalam membangun komplek perkantoran pada setiap perangkat pemerintahan tersebut juga, tercakup kebutuhan ruangan untuk semua satuan unsur Dinas; kecuali bagi Dlnas-dinas tertentu yang pelaksanaan pekerjaan phisik di lapangan. Lagi pula saya perhitungkan juga kecenderungan meningkatnya urusan serta kegiatan-kegiatan pemerintahan, perkembangan unit-unit organisasi perangkat pemerintahan serta perkembangan kebutuhan penambahan pegawai di masa, yang akan datang.

Kedua, faktor psikologis, pembangunan perkantoran perlu memperhatikan kebutuhan akan lingkungan kerja yang dapat memberikan suasana ketenangan, kesegaran, kegembiraan termasuk rasa kebanggaan bagi para karyawan. Dengan cara ini diharapkan dapat merangsang pegawai untuk bekerja lebih tekun dan kreatip. Dalam pada itu juga wujud fisik kantor-kantor pemerintahan sekaligus harus dapat memberikan gambaran serta kesan kepada masyarakat akan kemampuan, kewibawaan dan daripadanya terkandung maksud mempertinggi kepercayaan terhadap pemerintahnya, dan terakhir dapat menambah semarak keindahan kota. Disamping itu juga keharusan memperhitungkan penggunaan tanah yang tersedia secara effisien.

Dengan berpegang pada pokok-pokok pikiran itu, disusun rencana kompleks bangunan dan pola Kantor Gedung Balaikota, Kantor Walikota, Kantor Camat, Kantor Lurah, Kantor-kantor Dinas dan Perusahaan Daerah, Gedung Pusdiklatnil serta kantor-kantor pemerintahan lainnya, termasuk pula rumah-rumah dinas Walikota, Camat dan Lurah. Sebagai gambaran berikut ini disajikan usaha pembangunan kantor-kantor pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah DKI Jakarta selama PELITA Satu sampai dengan PELITA Dua tahun ke-II:

Untuk mencapai tujuan strategi seperti telah saya jelaskan diatas, dalam pembangunan gedung utama Kantor pemerintahan DKI Jakarta yang terdiri dari 24 tingkat (Biok G), dimaksudkan juga untuk memberi kesempatan kepada para tehnisi yang bekerja pada Pemerintah DKI Jakarta memperoleh pengalaman dalam pembangunan gedung-gedung tinggi. Oleh karena itu, mulai dari tahap penelitian, perencanaan termasuk perhitungan konstruksi sampai dengan pelaksanaan pembangunan mereka diikut sertakan secara langsung, bahkan harus mengawasi pula penyelenggaraannya. Disamping keuntungan dalam bentuk pengalaman praktis, melalui kesempatan itu dapat dikumpulkan data tehnis yang penting bagi penyusunan peraturan pengawasan bangunan.

Saya memandang pembangunan gedung ini merupakan sumbangan yang besar dari segi pembangunan administrasi negara. Ternyata hasilnya tidak hanya kekayaan fisik pemerintah bertambah dan tersedianya ruang kerja yang memiliki daya tampung yang cukup, tetapi juga terpenuhi lingkungan kerja dan kelancaran pelayanan. Ditambah lagi hasil dalam bentuk tertanamnya modal keterampilan dan kemampuan para teknisi Pemerintah DKI dalam mengikuti kemajuan dan menggunakan teknik serta teknologi mutakhir dalam bidang bangunan khususnya bangunan bertingkat tinggi yang kelak pasti akan lebih banyak dibangun di Jakarta.

Khusus pembangunan gedung utama Pemerintah DKI Jakarta (Biok G) saya nilai sebagai tonggak yang penting dari mata rantai sejarah pemerintahan kota Jakarta. Karena ditempat yang sama, menjelang berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda, berdiri pula "Staadhuis" serta berfungsi pula sebagai "Staadsgemeente Raadshuis". Kemudian setelah Proklamasi Kemerdekaan dijadikan "Balai Agung Kota" oleh Walikota Jakarta yang pertama diangkat Pemerintah Republik Indonesia. Oleh karena itu, bangunan gedung utama Pemerintah DKI Jakarta ini dapat dipandang sebagai bangunan monumental yang memiliki nilai sejarah.

Perkembangan penyediaan sarana gedung perkantoran yang telah saya lakukan seperti tersebut diatas perlu saya imbangi dengan penyediaan sarana komunikasi yang memadai. Saya berpendirian, bahwa untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang diarahkan untuk kepentingan pelayanan masyarakat, harus dilaksanakan oleh aparat bawahan saya tanpa memperhitungkan batas waktu jam-jam kerja. Untuk menunjang mekanisme bekerja seperti ini, maka peralatan telekomunikasi tidak saja terbatas pada kantor-kantor, tetapi juga rumah dinas dan rumah-rumah para pejabat yang menurut kepentingan tugasnya harus tetap siaga menerima dan melaksanakan tugas-tugas. Masalah yang dijumpai dalam memenuhi kebutuhan peralatan telekomunikasi ini adalah, tidak sepenuhnya, Perum Telekomunikasi dapat memaantu pengadaannya. Oleh karena instansi tersebut dalam memenuhi kebutuhan jaringan telekomunikasi yang diminta oleh masyarakat belum dapat sepenuhnya dilavani. Dengan bantuan Perum Telekomunikasi, saya terpaksa mengambil inisiatip untuk mengusahakan sendiri kebutuhan telekomunikasi ini.

Penggunaan telekomunikasi sesuai dengan sifat dan kepentingannya ada 2 jenis yaitu : Telekomunikasi telepon/telex dan Telekomunikasi radio. Perlu dijelaskan, bahwa penggunaan hubungan radio tersebut dimaksudkan untuk menyampaikan berita/instruksi/informasi yang sifatnya terbatas dan bagi keperluan-keperluan mendadak. Disamping itu, digunakan juga pada tempat-tempat yang belum dimungkinkan, adanya hubungan telepon.

Dengan adanya sistim pembangunan gedung-gedung perkantoran secara memusat serta bertingkat, maka pada tiap-tiap tempat terdapat puluhan instansi. Hubungan kerjanya satu dengan yang lain tidak bisa dflepaskan, selain itu dibutuhkan adanya kecepatan jalur komunikasi satu dengan yang lain. Oleh karena itu satu-satunya alat komunikasi yang sangat mudah dan cepat, saya pilih penggunaan telepon local (TRO/PABX). Untuk komplek perkantoran Balaikota pada periode PELITA Dua telah digunakan sejumlah 200 saluran, sedangkan setiap komplek perkantoran baik tingkat Walikota maupun Dinas/Perusahaan Daerah dibutuhkan 50 sampai dengan 200 saluran TRO/PABX.

Saya perhitungkan pada tahun-tahun mendatang kemungkinan akan berkembang terus dan akan membutuhkan kira-kira 700 s/d 1000 saluran. Disamping pengembangan jumlah-jumlah saluran TRO/PABX tersebut, saya semula berkeinginan untuk melengkapi dengan peralatan telex. Namun demikian, rencana pengembangan telekomunikasi ini semuanya tergantung daripada perkembangan kegiatan pemerintahan, organisasi, kemampuan anggaran dan teknologi di-masa-masa mendatang.

sumber:
Ali Sadikin. "Pengembangan Administrasi dan Pengelolaan Pemerintahan" dalam Gita jaya : catatan gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977. Jakarta : Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1977.)

No comments:

Post a Comment