Tuesday, September 11, 2012

Gita Jaya 7 : Telepon


Seperti pada sektor sarana kota lainnya telepon tidak mengalami perkembangan yang baik. Pada tahun 1966 pesawat telepon yang beroperasi sangat langka, jauh dari memenuhi kebutuhan kota. Keadaan jaringan telepon mulai tidak memenuhi syarat lagi, sehingga dalam Program Rehabilitasi 3 tahun, program dalam sektor ini hanyadapat merangkum rehabilitasi jaringan yang ada. Baru pada Pelita I, Pemerintah mulai melaksanakan program perluasan sarana telekomunikasi sehingga dapat menambah sambungan telepon untuk mengejar ketinggalan dalam pelayanan dalam sektor ini.

Dalam rangka bantuan Colombo, telah terbangun juction cables antara beberapa sentral-sentral telepon yang ada, yaitu Sentral Jakarta Kota, Gambir dan Jatinegara. Sedangkan untuk menyempurnakan jaringan komunikasi diantara ketiga sentral tersebut telah pula dilakukan penggunaan sistim Conduit Cables didalam Duct. Disamping itu telah pula dibangun sentral-sentral telepon baru, di Pluit, Hayam Wuruk dan Jalan Fatmawati. Dengan demikian tidak saja jaringan telepon yang ada tetapi juga menambah jaringan baru bagi penambahan sambungan telepon.

Untuk membantu terlaksananya program saya membentuk Team Perencanaan Telekomunikasi dan Penyediaan Tanah dan Udara untuk Jaringan Telepon dan Jaringan Radio Micro Wave di wilayah DKI Jakarta.(48) Team ini bertugas untuk merencanakan jalur-jalur jaringan telepon, sehingga dalam pelaksanaan penyebaran telepon dapat sejajar dengan pertumbuhan kegiatan kota. Distribusinya diusahakan se-effisien mungkin sehingga pelayanan yang terbatas ini dapat efektip pemanfaatannya. Dalam Pelita ini telah terpasang sebanyak 43.000 buah sambungan pesawat telepon.

Namun demikian apabila kita bandingkan dengan jumlah kebutuhan Jakarta akhir tahun 1976, pesawat telepon ini baru meliputi 0,9% dari jumlah penduduk. Penyediaan ini jauh dari mencukupi kebutuhan. Sebagaimana gambaran perbandingan pada kota-kota besar didunia, pada umumnya telepon terkait dalam sistim komunikasi kota dapat terbagi rata secara baik. Komunikasi tidak hanya dibebankan pada sarana transportasi kota saja, tetapi sebagian dipikul oleh radio, telepon dan bentuk komunikasi kota lainnya. Apabila telepon di Jakarta dapat memenuhi pembakuan kebutuhan, saya yakin akan banyak membantu lancarnya perekonomian kota. Sebagian perjalanan yang kurang perlu menggunakan sistim transportasi kota dapat diganti dengan telepon, dan akan meringankan beban lalu lintas.

Dengan bantuan dan pinjaman dari Bank Dunia, Pemerintah Jepang, Negeri Belanda dan Jerman, diharapkan dapat menambah kapasitas sentral-sentral telepon di Jakarta, sehingga dalam Pelita II dapat dikejar ketinggalan dalam usaha pelayanan telepon. Pada tahun 1976 telah pula dilaksanakan program penambahan sambungan telepon sebanyak 56.000. Tambahan ini merupakan pelayanan terutama bagi daerah-daerah Kebayoran, Jatinegara, Gambir, Slipi daerah Gajah Mada, Pulo Gadung, Rawamangun dan Ancol, sehingga seluruhnya akan mencapai sebanyak 101.300 sambungan telepon.

Program ini tetap akan dilanjutkan, sehingga pada tahun 1978 ditargetkan akan tersedia sambungan telepon sebanyak 262.800 pesawat. Kondisi ini kelak akan memungkinkan terlaksananya program pembuatan telepon-telepon umum. Program ini telah saya rintis pada Pelita I, tetapi belum dapat terlaksana jauh melebihi dari penyediaan, akibat dari keamanan telepon-telepon umum ini yang kurang terjamin. Pencurian-pencurian dan pengrusakan telah menjadi faktor utama bagi kesulitan pengembangan telepon umum.

(48) Keputusan Gubernur tanggal 27 Juli 1971, No. Da.11/23/17/71 tentang Pembentukan Team Perencanaan Telekomunikasi Telepon dan Penyediaan Tanah dan udara untuk Jaringan Telepon dan Jaringan Radio Microwave di Wilayah DKI Jakarta.

sumber:
Ali Sadikin. "Pengembangan Fisik Kota" dalam Gita jaya : catatan gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977. Jakarta : Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1977.)

No comments:

Post a Comment