Tuesday, September 11, 2012

Gita Jaya 7 : Duduk Perkara Masalah Galian


Mengemukakan masalah pembangunan fisik di Jakarta rasanya belumlah lengkap apabila tidak mengungkapkan masalah sinkronisasi dan koordinasi pekerjaan galian saluran dengan jaringanjaringan bawah tanah. Soal ini lazim dikenal oleh masyarakat dengan istilah masalah galian. Hal ini sering menimbulkan kemacetan lalu-lintas, serta merusak pandangan karena tumpukan tanah disekitarnya.

Banyak keluhan masyarakat yang saya terima ataupun ulasan pers mengenai masalah tersebut. Apalagi sering terjadi pada suatu jalan tertentu tidak lama selesai penutupan galian oleh suatu instansi, dilakukan lagi penggalian oleh instansi lainnya. Tuduhan yang ditujukan pada Pemerintah DKI Jakarta adalah bahwa seolah-olah tidak ada sinkronisasi perencanaan dan koordinasi pelaksanaan galian. Karena itu saya ingin menjelaskan duduk perkara soal galian ini sehingga dapat meletakkan persoalan pada proporsi yang sebenarnya.

Sejak awal abad ke 20 di Jakarta telah ada saluran dan jaringan bawah tanah berupa; jaringan gas, pipa air minum dan sebagian kabel listrik. Pada awal masa jabatan saya sudah merasakan pentingnya penanganan koordinasi galian ini. Pada periode rehabilitasi 3 tahun (1967-1969) saya sering melihat adanya kebocoran pipa air minum, yang telah tua, dan korsluiting kabel listrik yang telah usang. Untuk memperbaikinya diperlukan penggalian. Padahal pada saat itu intensitasnya sarana itu belum sepadat sekarang ini. Namun saya telah membentuk Badan Koordinasi Pekerjaan Saluran-saluran Dibawah Tanah DKI Jakarta.(49) Salah satu tugas badan ini antara lain melakukan pendataan saluran dan jaringan di bawah tanah. Dua tahun kemudian badan ini ditingkatkan menjadi Badan Koordinasi Pekerjaan Jalan-jalan Saluran-saluran dibawah Tanah DKI Jakarta.(50)

Dalam Pelita I mulai dirasakan kenaikan intensitas galian. Pemerintah DKI Jakarta mulai menyelenggarakan program normalisasi, peningkatan dan pembangunan jalan baru. Dalam pelaksanaan pelebaran jalan, saluran dan jaringan bawah tanah yang semula berada dibawah trotoir, dengan adanya peningkatan jalan beralih menjadi berada dibawah badan jalan. Sering pula terjadi untuk prasarana diatas tanah seperti tiang listrik, masih belum dapat dipindahkan. Padahal pelebaran jalan sudah selesai.

Kaitan antara jalan dengan saluran jaringan dibawah tanah erat sekali. Sebab lokasi dari saluran jaringan tersebut adalah pada jalan. Karena itu program dari jalan akan mempengaruhi saluran dan jaringan dibawah tanah, demikian pula sebaliknya. Setelah mempelajari rencana jangka panjang PLN, PERUM TELEKOM, PAM, PN. GAS untuk wilayah DKI Jakarta, saya berkesimpulan bahwa rencana tersebut sejalan dengan Master Plan DKI Jakarta (1965-1985).(51) Yang menjadi masalah ialah bagaimana agar pelaksanaannya untuk masing-masing instansi supaya sinkron dengan program pelaksanaan Rencana Induk oleh Pemerintah DKI Jakarta. Hal ini disebabkan :

Pertama; ditingkat Pusat, dalam hal ini antara Departemen PUTL, Departemen Perhubungan, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri dan BAPPENAS sampai saat itu belum dapat diwujudkan perpaduan perencanaan sektoral itu. Disamping itu sumber pembiayaan dari masing-masing instansi/proyek, terutama yang berasal dari bantuan luar negeri serta technical assistance juga berbeda-beda. Hal ini tercermin dalam penentuan prioritas dan jadwal pelaksanaan berbagai proyek.

Kedua; Tidak terdapat kesejajaran pertumbuhan antara pertambahan luas jalan diberbagai lokasi dengan pertambahan masing-masing jaringan. Telepon dan listrik pertambahannya sangat menyolok. Demikian pula pelaksanaan program penggantian kabel yang telah usang dengan kabel-kabel baru. Sedang pertambahan pipa air minum berjalan agak lamban. Pertambahan saluran gas masih dalam penelitian dan jumlahnya relatif sedikit.

Melalui badan koordinasi tersebut diatas, sejauh wewenang masing-masing soal yang timbul diselesaikan. Saya akui sampai sekarangpun tidak semua masalah galian dapat dipadukan secara seksama. Namun usaha maksimal kearah itu telah dikembangkan forumnya.

(49) Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. Da.12/1/5/1967 tahun 1967 tentang pembentukan Badan Koordinasi Pekerjaan Saluran-saluran Dibawah Tanah DKI Jakarta.

(50) SK No. Jb.4/2I28/1970 selanjutnya disempurnakan lagi tahun 1970 dengan SK No. 12/2124/1970.

(51) Memang penyusunan Master Plan itu dulu juga sangat memperhatikan input rencana sektoral dari instansi yang mengurus sarana umum.

sumber:
Ali Sadikin. "Pengembangan Fisik Kota" dalam Gita jaya : catatan gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977. Jakarta : Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1977.)

No comments:

Post a Comment