Sunday, September 16, 2012

Gita Jaya 4 : Kepegawaian


Pembinaan Pegawai Negeri Sipil baik di Pusat maupun di Daerah saya pikir perlu diatur secara menyeluruh. Artinya pengaturan pembinaan perlu diseragamkan bagi segenap Pegawai Negeri Sipil, baik Pusat maupun Daerah. Perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat seharusnya berlaku pula bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah. Hal ini perlu saya garis bawahi, karena tidak demikian halnya dalam pola pembinaan saat saya pertama menjadi Gubernur Kepala Daerah. Agar Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna, pembinaannya harus diarahkan untuk menjamin hal-hal sebagai berikut:

- Agar satuan organisasi Lembaga Pemerintah mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang rasionil berdasarkan jenis, sifat dan beban kerja yang dibebankan kepadanya.

- Pembinaan yang terintegrasi terhadap seluruh Pegawai Negeri Sipil, artinya bahwa terhadap semua Pegawai Negeri Sipil berlaku ketentuan yang sama, apakah dia di Pusat atau di Daerah.

- Pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang diarahkan atas dasar karier dan sistim prestasi kerja.

- Sistim penggajian yang mengarah terhadap penghargaan prestasi dan besarnya tanggung jawab.

- Pelaksanaan tindakan korektif yang tegas terhadap pegawai yang nyata-nyata melakukan pelanggaran terhadap normahukum dan norma-norma kepegawaian.

- Penyempurnaan sistim administrasi kepegawaian dan sistim pengawasannya.

- Pembinaan kesetiaan dan ketaatan penuh pegawai Negeri terhadap Negara dan Pemerintah.

Untuk melaksanakan pembinaan sebagai dimaksud diatas, diperlukan adanya suatu pedoman yang antara lain memuat ketentuan tentang kedudukan, kewajiban, hak dan pokok-pokok pembinaan pegawai. Juga diperlukan program kerja yang terarah agar dapat dijadikan landasan dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang kepegawaian.

Seperti telah saya singgung dalam uraian dimuka, pada tahun 1966 masalah kepegawaian Pemeritah DKI Jakarta juga bersifat dualistis. Dalam tatacara pengelolaan maupun dalam cara pembinaan terdapat pemisahan antara Pegawai PUSat dan Pegawai Daerah. Keadaan semacam ini menimbulkan hambatan dalam pelaksanaan tugas-tugas Pemerintahan dan pembangunan. Dengan Keputusan Gubernur tanggal 22 Mei 1966 (34) saya menetapkan pembentukan Team Pelaksanaan Integrasi urusan Pemerintahan Umum. Tugas Team ini antara lain menyusun dan menyiapkan konsep integrasi urusan Pemerintahan Umum dan Pemerintahan Daerah menjadi satu kesatuan.

Disamping usaha tersebut, saya usahakan pula pengintegrasian pengurusan kepegawaian Biro Pemerintahan Umum Pusat dan Daerah dalam satu wadah, yaitu Biro IV/Personalia. Dengan demikian untuk selanjutnya yang mengatur pembinaan serta pengelolaan administrasi hanya dilaksanakan oleh Biro IV/ Personalia.

Salah satu usaha untuk menghilangkan dualisme ini adalah dengan memberi kesempatan yang sama kepada pegawai Pusat dan Daerah untuk menduduki jabatan fungsionil. Termasuk pula penentuan jabatan-jabatan kepala Pemerintahan Wilayah tidak lagi didasarkan pada pertimbangan status kepegawaian. Dasar utama adalah kemampuan serta prestasi pegawai yang bersangkutan untuk menduduki jabatan tersebut. Kebijaksanaan semacam ini ternyata kemudian sejalan dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Undang-undang pokok kepegawaian No. 8 Tahun 1974 yang pada hakekatnya penentuan jabatan berdasarkan pada sistim prestasi.

Pada tahun 1966 seluruh pegawai Pemerintah DKI Jakarta yang ada berjumlah 24.761 orang. Mengingat perkembangan kegiatan pemerintahan dari tahun ke tahun saya rasakan adanya keharusan penambahan pegawai baru. Di dalam forum-forum terbuka ataupun pada rapat-rapat dinas Gubernur, saya sering mengemukakan perlunya penyediaan tenaga kerja yang jumlahnya sesuai dengan perkembangan beban pekerjaan. Selain itu kekurangan pegawai akibat pemecatan karena terlibat peristiwa G.30.S/PKI perlu segera diganti.

Sebagai langkah pertama dalam usaha penambahan pegawai dilakukan dengan cara mengangkat pegawai harian menjadi pegawai bulanan.(35) Penambahan pegawai itu, sekaligus digumkan untuk memperoleh tenaga-tenaga bermutu, ketrampilan dan kemampuan serta mental yang baik. Oleh karena itu setiap penerimaan pegawai baru terlebih dahulu dilakukan penyaringan dan pengujian kepada calon yang bersangkutan. Penambahan pegawai selama periode 1966-1971 dilakukan tanpa berdasarkan rencana pengembangan jumlah pegawai yang dihitung secara riil, menyeluruh, cermat dan rasionil. Dengan demikian saya pikir tidak akan tertib serta tidak mengarah pada koordinasi dan pengembangan personil yang baik.

Akibatnya, pada waktu itu tidak dapat diketahui secara pasti jumlah pegawai Pemerintah Daerah baik menurut dislokasi, kepangkatan, status kepegawaian dan lain-lain secara keseluruhan.

Oleh karena itu pada tahun 1971 saya mulai mengusahakan adanya rencana formasi kebutuhan pegawai secara menyeluruh, sehingga dapat dijadikan pedoman kerja pada waktu-waktu yang akan datang. Kebijaksanaan itu kemudian tertuang dalam Rencana 10 Tahun Kebutuhan Pegawai Pemerintah DKI Jakarta (36) Perhitungan 10 tahun ini adalah dihitung dari sisa Pelita I sampai dengan akhir periode Pelitas II (1971-1981).

Rencana pengembangan formasi kebutuhan personil DKI Jakarta itu tercantum dalam dokumen Rencana 10 Tahun Pengembangan Formasi Pegawai yang sudah saya sebutkan diatas.

Berikut ini saya sajikan perkembangan jumlah pegawai Pemerintah DKI Jakarta mulai tahun 1966/1977:

Dasar penyusunan rencana 10 tahun kebutuhan pegawai tersebut adalah sebagai berikut:
* Pengembangan formasi pegawai yang didasarkan pada pengembangan jumlah penduduk Jakarta yang telah diperhitungkan dari tahun ke tahun meningkat;
* Kemungkinan perkembangan teknologi peralatan kerja;
* Jaringan organisasi perangkat yang ada;
* Perkiraan kemampuan anggaran yang tersedia;
* Beban pekerjaan yang secara sepintas telah tercermin pada program Pelita I dan ke II.

Dalam rencana formasi tersebut diatur juga mengenai dislokasi personil, prosentase pengembangan personil dari tahun ke tahun untuk masing-masing instansi. Dalam menentukan perhitungan rencana formasi itu juga dipertimbangkan pula masalah-masalah kemungkinan terwujudnya penyebaran jumlah pegawai yang merata seimbang untuk seluruh Perangkat Pemerintah Daerah, sehingga dapat diwujudkannya pendayagunaan pegawai secara lebih terarah.

Pelaksanaan rencana formasi pegawai itu tidak selalu sepenuhnya dapat saya lakukan. Ada pembatasan-pembatasan karena alasan penghematan biaya, tersedianya tenaga kerja yang sesuai dan lain-lain. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa rencana formasi untuk anggaran 1972/1973 sebanyak 36.147 pegawai pelaksanaannya hanya 35.868 orang pegawai. Pada tahun anggaran 1973/1974 formasi disediakan 40.230 orang pegawai, realisasinya hanya mencapai 38.693 orang pegawai.

Untuk menjamin adanya ketertiban serta pengawasan dalam hal pengadaan pegawai, wewenang penerimaan dan pengangkatan para calon pegawai sejak semula dilakukan secara terpusat.

Dalam hubungan tatacara penerimaan pegawai baru ini saya telah menggariskan kebijaksanaan khusus, disamping kebijaksanaan umum. Yang bersifat khusus dari saya selaku Gubernur itu antara lain adalah :
* Penerimaan pegawai baru diutamakan bagi penduduk Jakarta, serta ijazah tamatan Sekolah Menengah, Akademi maupun Perguruan Tinggi di Jakarta. Kebijaksanaan ini sejalan dengan kebijaksanaan Jakarta sebagai Kota Tertutup.

* Penerimaan pegawai baru diadakan pembatasan umur maksimal bagi pelamar :
- Untuk lulusan SLP/SLA maksimum berumur 25 tahun;
- Untuk lulusan Sarjana Muda maksimum berumur 30 tahun;
- Untuk lulusan Sarjana maksimum berumur 35 tahun;

* Pemerintah DKI Jakarta menginginkan adanya keringanan-keringanan beban tanggungan keluarga. Para pelamar yang dapat diterima menjadi pegawai Pemerintah DKI Jakarta mempunyai syarat-syarat tanggungan keluarga sebagai berikut :
- Lulusan SLP/SLA harus belum kawin;
- Lulusan Sarjana Muda sudah kawin tapi belum mempunyai anak;
- Lulusan Sarjana sudah kawin dan mempunyai 1 (satu) anak.

Dalam prosedur pengisian kebutuhan pegawai, masing-masing Instansi diwajibkan mengajukan rencana kebutuhan pegawai secara terperinci baik mengenai jumlah, rencana penempatan dan pemberian tugas yang akan dibebankan. Pengajuan usul ditujukan kepada Gubernur KDH melalui Biro IV/Personalia.

Sebelum Gubernur KDH memberi Keputusan tentang usulan dimaksud, terlebih dahulu mendengar atau memperhatikan saran dari Badan Pertimbanqan Kepegawaian.(37) Kebijaksanaan perencanaan formasi 10 tahun yang telah saya gariskan itu ternyata bermanfaat bagi tugas-tugas pembinaan dan pengendalian kepegawaian.

Undang-undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang berlaku sekarang ini hanya mengenal Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dua jenis status kepegawaian itu di DKI Jakarta pembinaannya berada dalam satu wadah. Dengan demikian kesulitan-kesulitan administratip dapat dikurangi.

Usaha selanjutnya yang sampai saat ini sedang dikerjakan adalah mengembangkan prosedur kenaikan pangkat. Diharapkan dengan perubahan dan modernisasi administrasi kepegawaian ini hambatan-hambatan yang selama ini saya hadapi dalam menqelola pegawai dapat diatasi.

Dalam batas kewenangan dan kemampuan yang ada, saya selalu memberi perhatian cukup untuk kesejahteraan pegawai, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Berikut ini adalah beberapa cara yang saya tempuh untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan pegawai itu:
- Pemberian insentif dilaksanakan pada setiap pegawai secara tetap setiap bulan. Kebijaksanaan ini dilakukan sejak tahun 1967.(38) Maksud utama memberikan insentif ini untuk mendorong kegairahan bekerja pegawai. Kini jumlah itu bila dihitung dengan nilai uang yang diberikan sekarang memang sudah tidak memadai lagi. Pada waktu itu perhitungan jumlah insentif didasarkan atas kemampuan keuangan Pemerintah DKI Jakarta. Ketentuan mengenai insentif sekarang, sedang dipertimbangkan untuk ditingkatkan jumlahnya. Sedang norma pemberiannya akan dilakukan lebih terarah pada pegawai-pegawai yang betul-betul mampunyai prestasi dan jenis serta bobot pekerjaannya patut diberikan insentif;
- Pembagian pakaian Dinas sebanyak 2 (dua) stel dalam setahun yang dimulai sejak tahun 1966;
- Pengaturan pemberian distribusi beras sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sistim pemberian tunjangan beras ini dari waktu ke waktu memerlukan perbaikan, baik dalam tata cara pemberian maupun administrasinya. Agar pemberian jatah beras itu dapat dilakukan tepat pada waktunya, maka mulai tahun 1975 telah dirintis penyusunan pola pemberian jatah beras yang dikaitkan dengan komputerisasi administrasi kepegawaian. Kegiatan ini kini sudah terlaksana dengan baik.
- Pemberian tanda penghargaan bagi semua pegawai yang telah berdinas di DKI Jakarta lebih dari 15 tahun, 20 tahun dan 30 tahun dan pemberian penghargaan kepada para pensiunan dan kegiatan ini telah dimulai sejak tahun 1966;
- Pemberian penghargaan kepada pegawai-pegawai teladan. Dasar yang digunakan sebagai ukuran peaawai teladan ini adalah prestasi kerja dan konduite pegawai yang bersangkutan;
- Pada tahun 1967 dilaksanakan pemberian kredit sepeda kepada para pegawai;
- Penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan para pegawai beserta keluarganya. Mulai tahun 1975 dilakukan kewajiban mengadakan check-up kesehatan dan latihan olah raga bagi pejabat-pejabat teras Pemerintah DKI Jakarta;
- Pemberian bantuan kepada pegawai yang pensiun beserta keluarganya. Adapun bantuan tersebut sebesar 3 X gaji bersih ditambah dengan beras;
- Untuk daerah terpencil seperti Kecamatan Pulau Seribu mendapat tambahan beras masing-masing 10 kg bagi pegawai yang telah berkeluarga dan 5 kg bagi pegawai bujangan.(39) Disamping itu masih ada bantuan lain, yaitu bantuan uang yang besarnya disesuaikan gengan golongan masing-masing. Sedang masa kerja diperhitungkan dua kali lipat pada setiap kali naik pangkat dan naik gaji;
- Transport pegawai dapat diatasi dengan mendirikan Yayasan Kerta Jaya. Usaha Yayasan ini antara lain merupakan penyediaan bis pegawai. Usaha ini dihentikan pada tahun 1972 sejak adanya bis kota yang jumlah dan routenya sudah dianggap memadai;
- Pegawai yang terkena bencana alam kebakaran dan kebanjiran diberikan sumbangan dan pinjaman uang yang besarnya ditetapkan sesuai dengan golongan dengan membayar kembali selama 20 kali angsuran tanpa bunga(40); Terhadap pegawai yang meninggal dunia kepada keluarganya diberikan bantuan kematian sebesar 3 (tiga) kali gaji bersih dan beras.(41) Bagi pensiunan sendiri, pensiunan janda/duda, anak pensiun, anak yatim dan anak yatim piatu dari pensiunan yang meninggal juga diberikan bantuan.(42)

Pembinaan rokhani pegawai juga diadakan dan dimaksudkan untuk memberikan bimbingan mental kepada pegawai yang bersangkutan, ke arah terbentuknya akhlak dan perbuatan yang baik, serta memberikan dorongan kepada para pegawai untuk secara tertib melaksanakan kewajiban beribadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Mengingat kegiatan ini sifatnya khusus, penanganannya perlu ditampung dalam satu wadah yang bersifat khusus pula. Untuk itu saya bentuk Team Bimbingan Rokhani Karyawan (Team Birokh). Team ini melakukan kegiatan dengan berbagai cara antara lain:
* Mengadakan ceramah agama bagi para karyawan dan keluarganya secara tetap setiap bulan;
* Penyelenggaraan peringatan hari-hari besar agama;
* Penertiban bulletin "Pembinaan Rokhani" serta penyaluran majalah-majalah keagamaan;
* Penyelenggaraan pendidikan seni baca Al-Quran, menulis/membaca huruf Arab bagi para Karyawan;
* Kegiatan-kegiatan lain yang bersifat keagamaan.

Mengingat Lembaga ini kegiatannya berkembang dengan baik, pada tahun 1976, saya sempurnakan organisasinya serta merubah sebutan Team Birokh menjadi Badan Pembina Rokhani Personil (BAPINROKH).

Untuk menyeragamkan pelayanan administrasi saya lelah mengajukan permohonan kepada Pemerintah Pusat, dalam hal ini Departemen Keuangan, BAKN, dan Departemen Dalam Negeri agar administrasi dan penggajian Pegawai Negeri Pusat yang diperbantukan kepada Pemerintah DKI Jakarta dapat dan boleh saya padukan dengan administrasi dan penggajian pegawai otonomi, yaitu dikerjakan dengan bantuan komputer. Namun permohonan tersebut sampai saat ini belum mendapat persetujuan. Sehingga, maksud-maksud tersebut belum dapat dilaksanakan.

Sebelum Pemerintah Pusat melakukan pemberian Nomor Induk Pegawai, Pemerintah DKI Jakarta telah merintis adanya Nomor Registrasi Karyawan (NRK). Penggunaan NRK dimaksudkan, agar tiap-tiap Pegawai DKI Jakartas dapat mudah dilayani dan mudah dalam pengendalian administrasinya. Namun karena ternyata adanya Nomor Induk Pegawai ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, maka perlu diadakan penyesuaian-penyesuaian.

Program penyempurnaan administrasi kepegawaian ini saya rasa perlu dilanjutkan terus secara bertahap perlu ditingkatkan pemanfaatan data kepegawaian yang telah terkumpul untuk kepentingan pembinaan administrasi kepegawaian lainnya. Misalnya untuk pengendalian kenaikan pangkat, penilaian konduite,  penetapan kriteria pemberian fasilitas dan lain-lainnya yang berhubungan dengan program pembinaan pegawai dalam arti luas. Dengan telah terwujudnya pembinaan kepegawaian yang tertib dan terpadu, kebijaksanaan selanjutnya saya arahkan pada usaha-usaha pembinaan karier bagi para pegawai.

Sebagaimana telah disebut diatas, waktu itu dirasakan kurangnya tenaga-tenaga yang terdidik serta mempunyai keahlian yang dibutuhkan. Oleh karena itu pada tahun 1968 mulai saya gariskan pokok-pokok kebijaksanaan pembinaan/peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pegawai. Untuk menangani tugas-tugas ini saya bentuk Lembaga Pusat Pendidikan dan Latihan Personil (PUSOIKLATNIL) Pemerintah DKI Jakarta.(43) Pusat ini bertugas menyelenggarakan pendidikan dan latihan bagi pegawai.

Dalam pokok kebijaksanaan pembinaan karier pegawai, saya mengadakan pula pengaturan tentang jenjang kepangkatan para Kepala Pemerintahan Wilayah beserta stafnya.(44) Pengaturan itu dimaksudkan, agar dapat dijadikan pedoman bagi pembinaan karier pegawai-pegawai Pemerintahan Wilayah selanjutnya. Pengaturan jenjang karier personil pada Pemerintahan Wilayah pertama-tama dapat digarap karena struktur pangkat Pemerintahan Wilayah pada umumnya seragam serta sudah ada pedoman echeloneering tingkatannya.

Usaha-usaha lain dalam pembinaan karier personil dilakukan dengan pembentukan kader-kader (kaderisasi). Bagi pegawai-pegawai yang terampil  serta mempunyai prestasi yang baik diberikan kesempatan untuk berkembang. Pegawai yang memenuhi kriteria ini diwajibkan mengikuti pendidikan-pendidikan teknis kedihasan tambahan. Sehingga dikemudian hari dapat diproyeksikan untuk menduduki jabatan-jabatan yang lebih tinggi. Sejak semula kebijaksanaan untuk menegakkan sistim prestasi dibidang pembinaan kepegawaian telah diterapkan di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta, dan dipedomani pula dalam pengembangan jenjang karier seseorang pegawai.

(34) Lihat Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta tgl.22 Juni 1966 No.B.6/6/52/66 tentang pembentukan Team pelaksanaan Integrasi Urusan Pemerintahan Umum.

(35) Keputusan Gubernur KDKI Jakarta tanggal 15 Desember 1967 No. Jb.5/20/15 1967 tentang Pengangkatan Pegawai harian menjadi pegawai bulanan.

(36) Surat Keputusan Gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta tanggal 20 Nopember 1972 No.Jd.2/2/38/1972 tentang penetapan Rencana 10 Tahun Pengembangan Formasi Pegawai Pemerintah DKI Jakarta. Lihat juga: Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta tanggal 15 Desember 1967 No.Jb.5/ 20/15/1967. Ibid (33).

(37) Badan Pertimbangan Kepegawaian dibentuk dengan surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta tanggal 24 Nopember 1972 No.Jd.2/2/39/72 yang bertugas untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur DKI dibidang perencanaan pegawai juga mengenai masalah-masalah yang menyangkut kepegawaian.

(38) Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta tanggal 14 Maret 1967 No. lb.3/1/ 30/1967 tentang Pemberian Bantuan (berupa tunjangan yang bertujuan peningkatan kegairahan bekerja) kepada para pegawai/pekerja Pemerintahan DKI Jakarta dan tanggal 10 September 1969 No.lb.20/8/4/1969 tentang Perubahan besarnya uang insentif untuk para Karyawan Pemerintah DKI Jakarta.

(39) Lihat Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta tanggal 5 Juni 1966 No.Cc. 45/1/2/1966 tentang Tunjangan Beras, tanggal 7 Oktober 1966 No.C.36 /1/1966 tentang Pemberian Penghargaan Khusus kepada Pegawai DKI Jakarta yang bertugas di wilayah Kecamatan Pulau Seribu dan Surat Keputusan Gubernur tanggal 18 Maret 1968 No.lb.3/1/33/1968 tentang Pemberian Penghargaan Khusus kepada Pegawai-pegawai Pemerintah DKI Jakarta yang bertugas di wilayah Kecamatan Pulau Seribu.

(40) Surat Edaran Gubernur tanggal 12 Februari 1969 No.Fe/7/1/2/1968 tentang Bantuan Pinjaman uang tidak berbunga kepada Karyawan Pemerintah DKI Jakarta. Instruksi Gubernur tanggal 29 Desember 1967 No.lb.2/2/22/67 tentang Bantuan berupa pinjaman kepada Karyawan yang menderita bencana kebakaran dan Instruksi Gubernur tanggal 25 Januari 1968 No.lb.2/1/8/ 1968 tentang bantuan Pinjaman Uang tak berbunga.

(41) Lihat Instruksi Gubernur tanggal 24 Juli 1967 No.Jd.2/2/3/67 tentang Pemberian bantuan kepada Karyawan yang meninggal dunia berupa 3 bulan gaji sakaligus dan distribusi natura salama 3 bulan.

(42) Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur tanggal 5 April 1969 No.Jd.2/ 1/15/69, Pemberian bantuan kepada Yatim Piatu.

(43) Lihat Surat Keputu san Gubernur tanggal 1 Juni 1968 No.Ab.12/1/4/1968 tentang Peraturan Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan Personil Pemerintah DKI Jakarta.

(44) Sk. Gubernur KDH. tanggal 27 April 1971 No. Ab.15/2/47/71 tentang jenjang karier personil perangkat Pemerintahan Wilayah.

sumber:
Ali Sadikin. "Pengembangan Administrasi dan Pengelolaan Pemerintahan" dalam Gita jaya : catatan gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977. Jakarta : Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1977.)

No comments:

Post a Comment