Saturday, September 15, 2012

Gita Jaya 4A : Permasalahan Umum Bidang Pemerintahan


Seperti telah saya kemukakan di muka salah satu pokok masalah di bidang pemerintahan pada waktu permulaan saya diangkat sebagai Gubernur DKI Jakarta meliputi pengembangan administrasi dan pengelolaan pemerintahan.

Masalah ini mencakup aspek-aspek organisasi pemerintahan, tata kerja, kepegawaian, dan kelengkapan serta peralatan kerja termasuk sarana perkantoran. Untuk pemecahannya, secara strukturil langkah penting telah saya ambil dengan menghapuskan adanya "pemerintahan kembar". Perangkat Pemerintah Pusat atau yang lazim disebut Pamongpraja dan aparat Pemerintah Daerah atau perangkat Otonom saya integrasikan. Sebelumnya, masing-masing satuan itu secara strukturil maupun kegiatan kerjanya seolah-olah terpisah dan bergerak sendiri-sendiri. Sikap seperti ini berkembang sampai pada suatu tingkat yang seolah-olah antara instansi Biro Pemerintahan Umum Pusat dengan Pemerintah Daerah tidak ada hubungan kerja yang berpadu.(1) Keadaan demikian sudah tentu mempersulit tercapainya pelaksanaan kebijaksanaan pemerintahan dalam rangka perbaikan administrasi. Selain itu, juga dirasakan kepincangan-kepincangan dalam tata kerja.

Struktur organisasi DKI Jakarta s/d 1965. sumber: Gita Jaya, p.50

Pertumbuhan pemerintahan di Ibukota sampai saat itu mencapai keadaan di mana instansi-instansi melakukan kegiatan-kegiatan secara kurang serasi dan tidak ada kerja sama yang baik. Hal ini sering menimbulkan sikap menjauhkan diri dari ikatan strukturil dalam kesatuan lembaga Pemerintah Daerah.

Letak Jakarta sebagai Pusat Pemerintahan Republik Indonesia, memberi kemungkinan bagi Instansi-instansi Vertikal untuk berhubungan langsung dengan Menteri yang bersangkutan atau sebaliknya.

Hal seperti ini dapat berkembang menjadi sikap yang kurang menghayati kedudukan Gubernur Kepala Daerah sebagai koordinator dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dan merupakan persoalan yang perlu segera diatur dan ditertibkan, supaya benar-benar Instansi-instansi Vertikal itu dapat berfungsi seirama dengan kerja perangkat Pemerintah Daerah.

Masalah dibidang kepegawaian terutama terletak pada kenyataan, bahwa saat itu belum ada suatu konsepsi pembinaan kepegawaian yang terarah, seperti konsep pendayagunaan pegawai sesuai dengan keahliannya masing-masing. Waktu itu campur tangan partai politik dalam birokrasi pemerintahan daerah sangat merajalela. Penunjukan jabatan-jabatan tertentu, seperti Kepala Dinas Otonom, Camat, Lurah, atau juga sampai ke Kepala-Kepala Bagian merupakan arena "dagang sapi". Sekurang-kurangnya pertimbangan afiliasi/politik merupakan masalah yang turut menentukan dalam penugasan-penugasan penting dilingkungan instansi Pemerintah Daerah. Disamping itu, kemampuan aparatur pemerintahan dirasakan sangat kurang, tenaga yang terdidik dan berpengalaman dalam penyelenggaraan pemerintahan perkotaan secara modern masih sangat langka adanya. Kenyataan lainnya yang dihadapi ialah masih rendahnya kesejahteraan pegawai, sehingga kegairahan kerja mereka sangat kurang. Lagi pula jumlah pegawai yang ada masih jauh dari kebutuhan minimal.

Sarana kerja yang pada waktu itu sangat tidak memadai, berakibat pelaksanaan tugas-tugas terhambat. Baik dalam hal penyediaan dan pembangunan gedung kantor Pemerintah Daerah maupun peralatan angkutan dan kelengkapan materiil lainnya dirasakan sangat kurang. Sedang yang adapun sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kebutuhan. Tata cara pengelolaan perlengkapan materiil, yang meliputi pengadaan, pengendalian, perawatan, penyaluran serta pengurusan administrasinya kurang tertib, belum ada tata cara pengaturan yang mantap dan baik. Pembinaan administrasi umum, khususnya mengenai pengaturan dan pengurusan arsip masih simpang siur, belum ada pedoman kerja kearsipan dan kesekretarisan yang memadai. Tata cara penanganan kegiatan administrasi pemerintahan yang ada pada umumnya dilakukan dengan sistim dan cara yang ketinggalan jaman. Dengan demikian, kecepatan kegiatan administrasi makin lama makin tidak dapat mengimbangi lajunya kegiatan serta berkembangnya fungsi-fungsi Pemerintah Daerah.

Selanjutnya disektor pembinaan masyarakat, masalah yang saya rasakan pada waktu itu, adalah belum terorganisirnya secara baik pengikut sertaan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pembangunan. Berbagai lembaga beroperasi di Kelurahan secara terpisah dan tak terkoordinir seperti Lembaga Sosial Desa (LSD), Pendidikan Masyarakat, Koperasi Pertanian (Koperta) dan sebagainya. Lembaga-lembaga ini terpisah-pisah dan masing-masing bergerak sendiri-sendiri. Akibatnya terdapat kesimpang siuran dan terpecahnya potensi yang terdapat dalam masyarakat. Situasi sebagaimana saya uraikan diatas, telah mendorong saya untuk segera meletakkan kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan pengelolaan pemerintahan.

(1) Lihat : Ali Sadikin. Pola Tata Pemerintahan DKI Jakarta, Paper Gubernur Ali Sadikin sebagai Ketua BKS-AKSI pada Musyawarah Antar Kota Seluruh Indonesia (MAKSI) II di Bandung tanggal 10-15 Nopember 1967.

sumber:
Ali Sadikin. "Pengembangan Administrasi dan Pengelolaan Pemerintahan" dalam Gita jaya : catatan gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977. Jakarta : Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1977.) hlm. 49-51.

No comments:

Post a Comment