Tuesday, September 11, 2012

Gita Jaya 7 : Perbaikan Kampung


Saya berpendapat bahwa kelompok penduduk yang terpaksa harus menempati perkampungan disela-sela bahagian kota yang terbangun rapih itu adalah justru warga kota yang lebih membutuhkan perhatian untuk dapat menikmati hasil pembangunan. Mereka ini seperti telah saya katakan meliputi jumlah yang besar, 60% dari jumlah penduduk Jakarta. Secara politis jumlah itu merupakan suatu potensi yang sangat besar, sehingga bilamana mereka kurang mendapatkan perhatian sewajarnya dapat membawa kesulitan sosial politik yang rawan. Perbedaan kesempatan untuk menikmati fasilitas dan mutu yang baik antara penduduk yang bertempat tinggal diperkampungan dan dibagian kota yang lain perlu diperkecil. Karena itu perlu diusahakan sejauh mungkin adanya pemerataan pelayanan.

Kebijaksanaan untuk meratakan pelayanan dan bentuk perbaikan mutu lingkungan di Jakarta dapat pula dipandang sebagai suatu usaha menghapuskan kerawanan dalam kota.

Atas dasar pokok pikiran itulah, sejak pelita pertama saya berketetapan untuk memasukkan program perbaikan perkampungan sebagai salah satu program pembangunan keuangan disatu pihak dan besarnya permasalahan dipihak lain di Jakarta.

Melalui pengamatan dan penelitian secara seksama atas kemampuan memilih pendekatan perbaikan dengan membatasi diri pada kelengkapan prasarana fisik dan kelengkapan sarana-sarana sosial dikawasan perkampungan itu. Saya perhitungkan perbaikan tersebut meliputi pembangunan dan peremajaan perumahannya, kebutuhan biaya untuk maksud tersebut tidak akan mampu disediakan. Oleh karena itu sasaran pokok perbaikan kampung akan meliputi pembangunan dan perbaikan sarana-sarana yang berupa jalan-jalan, saluran, penyediaan air bersih, penyediaan MCK-MCK dan penyediaan Puskesmas-puskesmas.

 
Potret salah satu kampung di Jakarta sebelum (atas) dan sesudah (bawah) program KIP M.H. Thamrin. sumber: Djauhari Sumintardja dalam Kilas Balik Perumahan Rakyat 1900-2000. Jakarta : Kementerian Perumahan Rakyat, 2010.
Dilihat dari segi pembiayaan perbaikan-perbaikan tersebut relatif memerlukan biaya yang kecil. Untuk perbaikan-perbaikan semacam itu, ongkos rata-rata yang dibutuhkan adalah Rp.5.000.per kapita.(52) Membangun atau meremajakan sangat kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan untuk secara lengkap meliputi perbaikan lingkungan dan perumahan yang berkisar sekitar - Rp. 200.000,- perkapita. Dengan persetujuan DPRD, kemudian saya menamakan proyek Muhamad Husni Thamrin, untuk mengenang jasa pejuang Jakarta asli didalam menuntut perbaikan kehidupan untuk masyarakat Indonesia berpenghasilan rendah pada zaman Belanda.(53)

Kriteria kampung yang akan diperbaiki mengingat luasnya perkampungan yang harus diperbaiki, saya tetapkan untuk menyelesaikan proyek ini dalam 3 (tiga) Pelita, sesuai dengan kemampuan pembiayaan yang ada. Didalam pelaksanaan saya menetapkan kriteria pemilihan kampung yang mendesak untuk diperbaiki. Kriteria itu ialah :

- Kondisi lingkungan yang terburuk.
- Kepadatan penduduk yang tinggi.
- Potensi dinamika penduduk setempat untuk melanjutkan dan memelihara hasil-hasil perbaikan yang nyata ada.
- Usia dari kampung itu, kampung-kampung lama mendapat prioritas.
- Perbaikan lingkungan ini akan mendukung dan menunjang pelaksanaan Rencana Induk.
- Waktu pelaksanaan disesuaikan dengan besarnya pengaruh perbaikan lingkungan terhadap kegiatan kota secara menyeluruh.

Atas dasar kriteria tersebut diatas dipilihlah kampung-kampung yang akan diperbaiki. Selama Pelita I mencakup 87 kampung, umumnya terdiri dari kampung-kampung yang dibangun sebelum tahun 1956, terletak didaerah Pusat Kota dengan kepadatan penduduknya rata-rata mencapai 500 orang per Ha. Semua kampung yang 87 buah itu meliputi areal seluas 2.400 Ha, dengan penduduk sekitar 1,2 juta orang, Pada periode Pelita I tersebut pelaksanaan perbaikan kampung dilakukan secara sektoral, oleh Dinas-dinas bersangkutan. Melebihi dugaan saya, pengaruh, manfaat dan hasil daripada pelaksanaan perbaikan tersebut ternyata sangat besar. Sambutan masyarakat sangat positif. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan partisipasi mereka didalam pembuatan jalan-jalan misalnya tanah yang diperlukan untuk pembuatan jalan mereka serahkan umumnya secara sukarela tanpa mendapatkan ganti rugi.

Proyek Mohammad Husni Thamrin juga mendapat penilaian positif oleh lembaga-lembaga internasional, baik dilingkungan PBB maupun Bank Dunia. Bahkan dinilai sebagai salah satu program yang tepat bagi pemecahan masalah lingkungan pemukiman yang buruk di negara-negara berkembang. Penilaian mereka atas hasil yang diperoleh dariperbaikan kampung ini begitu besar, meskipun dilaksanakan dengan biaya yang sangat rendah. Karena manfaatnya dinikmati oleh jumlah penduduk yang besar. Sebagai hasil pengamatan seksama atas proyek ini, untuk tahapan kedua pelaksanaan program perbaikan kampung diperoleh bantuan kredit dari Bank Dunia. Kredit jangka panjang 15 tahun itu mengenakan bunga yang relatif ringan 8 1/2% setahun dengan kelonggaran waktu (grace period) 5 tahun.

Bantuan Bank Dunia tersebut meliputi 50% dari biaya yang dibutuhkan untuk perbaikan tahap berikutnya, yang meliputi pelaksanaan Perbaikan selama 5 tahun. Untuk menyelesaikan sisa kampung yang belum diperbaiki pelaksanaan pembangunannya dilakukan dalam 2 tahun; masing-masing dengan jangka waktu 2 dan 3 tahun. Pengaturan dan pelaksanaan kredit Bank Dunia kepada Pemerintah DKI Jakarta tersebut telah mendapatkan pengesahan, baik dari DPRD maupun Menteri Dalam Negeri.(54)

Dengan adanya bantuan dari Bank Dunia ini program yang semula saya gambarkan akan meliputi 3 Repelita, dapat diperpendek. Pada tahun terakhir Pelita kedua semua kampung di Jakarta direncanakan sudah diperbaiki. Pembiayaan perbaikan perkampungan ini termasuk pinjaman-pinjaman dari Bank Dunia. Adanya kredit Bank Dunia tersebut disamping hasil dan manfaat serta dipercepatnya waktu pelaksanaan keuntungan lain adalah didalam perbedaan antara besarnya bunga dengan besarnya tingkat inflasi yang berlaku di Indonesia.

perangkat Pelaksana Proyek MHT sebagai konsekwensi daripada adanya kredit tersebut beberapa perubahan proses pelaksanaan proyek perbaikan kampung itu perlu dilakukan. Untuk pelaksanaan proyek kemudian saya membentuk unit khusus yang menangani masalah ini disebut Badan Pelaksana Pembangunan Proyek M.H. Thamrin. Badan ini berdiri sendiri dalam menangani seluruh sektor terpadu dari proyek-proyek yang terdapat didalam program perbaikan kampung. Walaupun demikian penyertaan unsur Pamong setempat tetap saya lakukan. Camat membawahi kampung yang diperbaiki saya tetapkan sebagai manager lapangan. Demikian pula dilibatkan peranan dari Lurah-lurah setempat sebagai Ketua LKPMDK. Dengan cara demikian saya tetap mempertahankan terjalinnya hubungan komunikasi antara masyarakat setempat dengan unit pelaksanaan tersebut.

Ikut sertanya masyarakat didalam program perbaikan kampung ini dimulai sejak pemilihan kampung-kampung yang akan diperbaiki sampai dengan pemilihan trace jalan dan fasilitas-fasilitas sosial yang diperlukan. Sampai dengan tahun 1975/1976 jumlah kampung yang telah diperbaiki meliputi 4.694 Ha. menyangkut penduduk Jakarta sejumlah 1.965.000 orang. Dengan memetik pelajaran dan pelaksanaan program perbaikan perkampungan di Jakarta beberapa kota lainnya kemudian melancarkan pula program untuk memperbaiki perkampungannya. Bagi kota-kota yang kemampuan finansialnya terbatas dianjurkan untuk melaksanakan perbaikan kampung dalam hubungan dengan program bantuan Inpres Daerah Tingkat II.

Dari hasil pengamatan terhadap pelaksanaan program ini saya dapat melihat adanya pengaruh positip terhadap masyarakat penghuni perkampungan yang diperbaiki. Kesehatan masyarakat semakin meningkat, tingkat pendidikan yang dicerminkan dengan tingkat school enrolment naik pula, juga mobilitas penduduk bertambah yang selanjutnya saya harapkan berpengaruh pula pada peningkatan kegiatan perekonomian.

Dengan telah diperbaiki kampung itu ternyata mendorong usaha penduduk untuk memperbaiki rumah-rumah mereka. Sehingga program ini mempunyai hasil ganda terhadap perbaikan lingkungan secara keseluruhan. Dalam perhitungan cost & benefit yang dilakukan oleh team konsultan Bank Dunia, cost benefit ratio jauh melebihi daripada satu;(55)

Tinggallah kini kewajiban dari masyarakat untuk dapat memelihara keadaan perkampungan yang telah diperbaiki itu sebaik-baiknya. Untuk itu saya tentukan bahwa pemeliharaan sarana jalan kaki dan kebersihan maupun pemeliharaan dari sumber-sumber air menjadi tanggung jawab masyarakat setempat. Pelaksanaannya harus dapat dikoordinir oleh Lurah setempat melalui LKPMDK; Saya ingin melihat kelahjutan program perbaikan kampung ini dapat mematahkan lingkaran setan antara kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, tingkat kesehatan yang rendah dan gairah kerja yang rendah.

(52) Badan Pelaksana Pembangunan Proyek M.H. Thamrin: "Lecture Pelaksanaan Proyek Muhammad Husni Thamrin (Perbaikan Kampung) DKI Jakarta". Jakarta, 1974.

(53) Surat Keputusan Gubernur No. D.IV-c.13/3/40/1973 tanggal 10 September 1973 tentang Pemberian sebutan Proyek: Perbaikan Kampung sebagai Proyek Mohammad Husni Thamrin.

(54) SK. Mendagri No. 35/1977 tanggal 11 Pebruari 1977 tentang Pengesahan Peraturan dan Pelaksanaan Kredit Bank Dunia kepada Pemerintah DKI Jakarta.

(55) Jakarta. Bappem Proyek Mohammad Husni Thamrin. Laporan Peninjauan dari Rombongan Economic Development Institut Bank Dunia mengenai Perbaikan Kampung (Proyek Mohammad Husni Thamrin di Jakarta). Jakarta, 1976 Hal. 7-8.


sumber:
Ali Sadikin. "Pengembangan Fisik Kota" dalam Gita jaya : catatan gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977. Jakarta : Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1977.)

No comments:

Post a Comment