Sunday, September 9, 2012

Gita Jaya 7 : Masalah Tanah Perkotaan


Didalam usaha membangun kota Jakarta ini, masalah lain yang saya rasakan sangat berpengaruh, adalah masalah pengendalian pengadaan tanah untuk pembangunan. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah di satu pihak dan terbatasnya jumlah tanah yang tersedia di pihak lain, kecenderungan makin langka dan makin mahalnya harga tanah sangat saya sadari sejak semula. Karena itu, jika ada suatu konsep tentang cara mengendalikan pengadaan dan harga tanah, itu saya pandang sangat penting, malahan merupakan langkah pokok. Apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan, saya khawatirkan hambatan pembangunan kota akan makin besar.

Salah satu akibat langsung yang harus ditanggung oleh laju pembangunan itu akan terhisap oleh pembiayaan pengadaan tanah.(9) Karena itu, meskipun secara nasional pengaturan pengendalian tanah perkotaan ini belum ada, saya memberanikan diri untuk mengambil langkah-langkah kearah tersebut. Saya membatasi pengeluaran hak-hak milik baru, penetapan harga-harga tanah untuk kepentingan umum. Saya berusaha keras mengendalikan usaha menguasai tanah dengan menetapkan batasan luas tertentu dengan persyaratan tertentu pula. ini sekedar beberapa contoh saja dari langkah penting yang saya ambil bidang pertahanan.

Bagi kawasan kota seperti Jakarta, tanah adalah merupakan wadah yang akan menampung pelaksanaan berbagai rencana pembangunan. Malahan menurut pengamatan saya, tanah merupakan salah satu faktor utama dari segala macam rencana dan program pembangunan kota. Sehubungan dengan itu, agar tanah dapat didudukkan pada fungsi yang tepat dalam pembangunan, perlu ditentukan adanya kebijaksanaan tanah perkotaan yang menunjang kebijaksanaan peruntukkan dan penggunaan tanah sebagai yang telah ditetapkan didalam rencana kota. Selama periode pelaksanaan pola rehabilitasi tiga tahun (1966-1969) kebijaksanaan dan pola penggunaan tanah belum mengarah pada rencana itu karena intensitas pembangunan belum begitu besar, sehingga relatif kebutuhan tanah untuk pembangunan masih rendah. Akan tetapi tiada berapa lama setelah masa itu, sebagai akibat dari arus urbanisasi yang amat pesat intensitas penggunaan tanah sangat meningkat. Banyak faktor yang menyebabkan peningkatan penggunaan tanah itu tidak mudah dikendalikan.

Sebagaimana telah saya kemukakan diatas, sesungguhnya sejak ditetapkannya Rencana Induk DKI Jakarta fungsi tiap bidang tanah dalam wilayah kota Jakarta telah ditetapkan dan diarahkan untuk menciptakan tujuan pengembangan kota. Kebijaksanaan itu meliputi prinsip bahwa penggunaan tanah harus diarahkan sebagai kebijaksanaan lingkungan peruntukan (zoning) dan perpetakan (kaveling) sebagaimana ditetapkan dalam rencana kota. Demikian pula penggunaan hak atas tanah haruslah dilakukan sesuai dengah pola lingkungan dan perpetakan yang telah ditetapkan itu. Untuk menjamin terlaksananya pokok-pokok kebijaksanaan diatas, saya tempuh berbagai tindakan dan langkah pengamanan.

Dalam rangka menertibkan tata guna tanah, saya berpendirian, bahwa masalah tersebut menyangkut peninjauan secara menyeluruh tentang peruntukan tanah, agar sesuai dengan Rencana Induk. Di Jakarta penggarapannya sejak lama telah dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum. Karena intensitas pembangunan fisik di Jakarta, ternyata meningkat dengan pesat, maka untuk menjamin agar masalah ini dapat dipecahkan dan digarap secara seksama, pada tahun 1971 saya bentuk Dinas Tata Kota.(10) Dinas ini merupakan pengembangan Bagian Tata Kota dari Dinas Pekerjaan Umum. Dengan demikian ruang lingkup tugas tanggung jawab Sub Direktorat Tata Guna Tanah yang menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 38 Tahun 1972 terdapat dalam Direktorat Agraria, menjadi tanggungjawab Dinas Tata Kota. Selain dari pada itu, sesuai dengan kebutuhan pengelolaan tanah di Jakarta, maka dalam Direktorat Agraria saya bentuk satu Sub Direktorat Pengelolaan Tanah, dengan tugas pokok sebagai berikut:

- Mengadakan pengawasan dan penertiban teknis, yuridis, administrasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegunaan, persil-persil tanah;
- Menyiapkan ijin penunjukan penggunaan tanah untuk Real Estate.

Dalam melaksanakan tugas pokoknya tersebut, Sub Direktorat Pengelolaan Tanah juga menyelenggarakan fungsi inventarisasi, pengukuran, pemetaan, pembebasan dan pemakaian hak atas tanah. Disamping itu untuk membantu saya dalam mengambil keputusan atau kebijaksanaan sehari-hari mengenai masalah pertanahan, badan ini bertugas memberikan pertimbangan secara seksama sepanjang menyangkut keputusan sehari-hari tentang masalah tanah. Karena itu, anggotanya terdiri dari wakil instansi yang berhubungan dengan masalah tanah dan pembangunan kota yaitu: Direktorat IV/Pembangunan, Direktorat Agraria, Dinas Tata Kota, para Walikota dan sebagainya.

Apabila terjadi penggunaan tanah oleh anggota masyarakat yang ternyata tidak sesuai dengan peruntukannya, saya menetapkan kebijaksanaan penyelesaian sebagai berikut: Jika peruntukan baru menurut Rencana Induk belum dilaksanakan maka penduduk (penghuni lama) masih dapat menempati seperti semula. Selanjutnya apabila rencana peruntukannya sudah dilaksanakan, pemilik/penghuni yang syah harus menyesuaikan dengan ketetapan peruntukan baru tersebut. Bagi penghuni liar, pembebasan atas penggunaantanah yang tidak sesuai dengan peruntukkan dilakukan dengan memberikan sekedar uang pesangon, ditransmigrasikan atau dipulangkan kedaerah asal, satu dan lain disesuaikan denqan keadaan.

Saya telah menentukan bahwa setiap orang atau Badan Hukum yang akan membeli tanah diwilayah DKI Jakarta, diberi pelayanan dengan cara terlebih dahulu memperoleh penjelasan mengenai rencana peruntukkan dan penggunaan tanah yang bersangkutan pada Dinas Tata Kota. Sedangkan mengenai status haknya disarankan untuk meminta penjelasan pada Direktorat Agraria DKI Jakarta. Hal ini sangat penting artinya bagi para pembeli tanah, agar kelak tidak mengalami kesulitan bila kepentingannya untuk membeli tanah itu tidak sesuai dengan Rencana Induk. Cara tersebut selalu saya wajibkan kepada para Pejabat Pembuat Akta Tanah, sebelum membuat Akta Jual-Beli Tanah mereka harus melengkapi lebih dahulu keterangan tersebut.

Saya menentukan pula bahwa pemberian hak atas tanah di Jakarta disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan Rencana Kota. Kebijaksanaan ini ditempuh untuk menjamin Pelaksanaan Rencana Kota tidak akan mengalami hambatan, karena status hak atas tanah. Dalam hubungan ini, saya menempuh kebijaksanaan untuk sement ara tidak memberikan hak milik (11) dengan pertimbangan sebagai berikut:

Karena pembangunan di Jakarta setiap tahun semakin meningkat dan selalu membutuhkan tanah; sedang pembebasan atas tanah yang telah mempunyai sertifikat hak milik lazimnya menuntut ganti rugi yang lebih tinggi dan pelaksanaan pembebasannya umumnya lebih sulit dibandingkan dengan tanah yang bukan hak milik. Hal seperti ini akan dapat menghambat pelaksanaan pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunan, sering terjadi karena perkembangan yang sangat pesat dan faktor lain diluar jangkauan perhitungan Rencana Induk maka sering diperlukan peninjauan kembali terhadap rencana yang telah ditetapkan. Hasil peninjauan kembali itu dapat memuat perubahan peruntukan dan penggunaan tanah. Bila perobahan ini melibatkan tanah yang dikuasai dengan status hak milik, maka pelaksanaan pembangunan akan menghadapi kesukaran-kesukaran.

Pada setiap pemberian penegasan atau konversi "hak milik adat" saya menetapkan agar tanah tersebut dikurangi dengan bagian tanah yang terkena jalan, jalur hijau dan untuk kepentingan bangunan kepentingan umum lainnya. Kebijaksanaan ini tidak dimaksudkan untuk mengurangi hak dari pemilik tanah. Karena yang bersangkutan masih dapat mempergunakan tanahnya selama jalan, jalur hijau dan bangunan kepentingan umum lainnya itu belum dibangun oleh Pemerintah. Jika kemudian Pemerintah memerlukan untuk kepentingan dimaksud, maka segala sesuatunya diperhitungkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Demikian pula permohonan untuk mendapatkan hak atas tanah negara tidak saya kabulkan, bila menurut Rencana Kota tanah peruntukan dan penggunaannya ditetapkan untuk pelaksanaah proyek pemerintah. Sebaliknya kepada setiap pemegang surat izin penggarap tanah dan yang nyata-nyata menempati dan menguasai tanah dimaksud, saya perkenankan untuk mengajukan permohonan hak atas tanahnya, sepanjang tanah itu tidak diperlukan oleh pemerintah dan penggunaannya oleh pemohon tersebut sesuai dengan Rencana Kota.

Bagi warga kota Jakarta yang memiliki tanah dan telah sesuai dengan rencana kota (tanah kapling misalnya) dianjurkan mulai memproses pembuatan surat-surat tanahnya sampai kepada sertifikat. Adapun instansi yang berwenang dalam pembuatan sertifikat tersebut adalah Kantor Subdit Pendaftaran Tanah Direktorat Agraria DKI Jakarta. Permohonan sertifikat tanah bekas Verpondeng Indonesia harus melalui Kantor Sub Direktorat Agraria Wilayah.

Jual beli tanah dalam wilayah DKI Jakarta harus dengan Akte Jual Beli yang dibuat oleh/dihadapan Notaris atau Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) yang ditunjuk oleh Pemerintah. Disamping itu, jual beli tanah dapat pula dilakukan dengan Akte Jual Beli yang dibuat oleh. Camat selaku PPAT Sementara, untuk itu dibutuhkan kesaksian Lurah dan dua orang Stafnya. Khusus untuk jual beli tanah dengan status masih "hak milik adat" (belum berbentuk sertifikat) harus pula dimintakan keterangan tertulis dari Lurah tentang kebenaran tanah yang diperjualbelikan di wilayahnya itu.

Selain dari pada Akte Jual Beli yang dibuat oleh PPAT/ PPAT Sementara, girik atau kikitir yang sebenarnya merupakan lembaran daftar tanda bukti pembayaran Pajak Hasil Bumi (sekarang IPEDA) atas tanah "hak milik adat", dapat juga diterima sebagai tanda bukti untuk mendapatkan sertifikat tanah. Pemilik girik/kikitir yang dikeluarkan sebelum tahun 1960 bisa mendapatkan sertifikat dengan cara konversi sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria (PMPA) tahun 1962. Sedangkan bagi pemilik girik/kikitir yang dikeluarkan sesudah tahun 1960 harus melalui permohonan hak kepada Sub Direktorat Agraria Wilayah Kota.

Bagi masyarakat yang membeli tanah untuk sebagian dari pada keseluruhan luas tanah yang tertera pada girik/kikitir ("hak milik adat") diharuskan untuk minta balik nama di Kantor IPEDA setelah mendapatkan akte PPAT/PPAT Sementara sebelum mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat.

Saya mensinyalir bahwa di Jakarta banyak terdapat perorangan yang menguasai beberapa bidang tanah, dan tanah-tanah tersebut penggunaannya seringkali sepenuhnya untuk kepentingan diri sendiri, demikian juga tujuan penggunaannya sering tidak sesuai dengan Rencana Kota. Untuk menghindarkan pemborosan dalam pemanfaatan tanah semacam itu saya tentukan sebagai berikut. Dalam setiap pembelian, pelepasan hak, pemberian ganti rugi dengan nama apapun atas tanah yang luasnya lebih dari 5.000 M2 harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Gubernur KDKI Jakarta. Pengertian jumlah luas tanah 5.000 M2 tersebut, berlaku juga bagi beberapa bidang tanah yang berbatasan yang apabila digabungkan luasnya melebihi 5.000 M2. Begitu pula setiap pemindahan hak atas tanah yang mengakibatkan pemilik lebih dari 5 bidang tanah diperiukan ijin Gubernur KDKI Jakarta.

Khusus untuk tanah yang terletak dipinggir jalan protokol,(12) mengingat terbatasnya kaveling yang tersedia saya mengadakan pengawasan ketat. Untuk mencegah spekulasi, penelitian atas kemampuan membangun pemegang atas hak tanah saya adakan dan dalam mendirikan bangunan sepanjang jalan protokol perlu izin langsung dari Gubernur Kepala Daerah. Kepada para pemilik tanah/kaveling pada jalur-jalur protokol yang akan memindahkan haknya atau mengajukan hak baru dan atau hak yang lebih tinggi, serta kepada mereka yang telah mendapat surat izin pembebasan dan atau penunjukan penggunaan tanah, saya kenakan kewajiban membayar sumbangan prasarana seperti yang akan saya uraikan berikut ini.(13)

Saya berpendapat bahwa pada dasarnya seseorang atau Badan Hukum yang menghendaki kaveling didaerah yang telah ditetapkan rencana perinciannya, misalnya daerah-daerah dipinggir jalan protokol, sebelum melakukan pembebasan terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari Gubernur KDKI Jakarta. Sedangkan pada daerah-daerah yang rencana detailnya belum ditetapkan pembebasah tanah terperincinya hanya dapat dilakukan setelah ditetapkan rencana, Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan menentukan pola peruntukkan dan penggunaan tanahnya secara pasti. Besarnya ganti rugi, pada azasnya ditentukan berdasarkan musyawarah antara pemilik tanah dengan pihak yang memerlukan tanah tersebut. Khusus untuk pembebasan tanah bagi kepentingan Instansi Pemerintah penetapan besarnya ganti rugi terlebih dahulu diadakan atas taksiran Panitia Penaksir.(14) Dalam penentuan besarnya ganti rugi pertimbangan pokoknya ialah lokasi, keadaan tanah dan peruntukkan tanah; Selain itu dipergunakan ukuran-ukuran harga tanah sebelum rencana peruntukan/ penggunaannya ditetapkan; harga tanah waktu proyek dilaksanakan; dan harga sesudah proyek dilaksanakan.

Sesungguhnya saya ingin mengartikulir ketentuan pembebasan bersama atas investasi dibidang prasarana yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab idielnya kenaikan harga tanah karena investasi yang dilakukan oleh Pemerintah tidak sepatutnya bila sepenuhnya hanya menjadi milik (capital gain) pihak yang mempunyai tanah saja. Dalam hubungan itu yang dapat saya lakukan sementara ini baru berupa penetapan besarnya ganti rugi yang diberikan sesuai dengan harga riil tanah itu sebelum adanya investasi pemerintah. Saya akui pelaksanaan prinsip ini amat sulit dan peka. Sesuai dengan kondisi nyata tentang masalah pertanahan yang saya hadapi di Jakarta, maka saya menetapkan bahwa tinggi rendahnya harga tanah ditentukan oleh tinggi rendahnya status hak atas tanah. Untuk tanah status hak milik dengan sertifikat, saya nilai penuh 100% dari harga riil tanah itu, sedangkan terhadap jenis tanah dengan status hak guna usaha nilainya saya tetapkan 80% dari nilai untuk hak milik. Demikian seterusnya, apabila tanah itu statusnya tanah garapan diatas tanah negara, yang saya nilai sebagai hak paling rendah, maka hanya dinilai 25% dari hak milik sertifikat tersebut.(15)

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975, (16) penetapan ganti-rugi dilaksanakan oleh Panitia Penaksir Daerah Tingkat II. Tetapi di Jakarta, karena tidak ada daerah tingkat II, penetapan ganti rugi itu baru bisa dilaksanakan bila telah mendapat pengukuhan dari Gubernur. Kebijaksanaan ini saya lakukan untuk menjamin keseragaman pengendalian harga tanah dan menghindari spekluasi tanah. Jakarta toh merupakan suatu kesatuan pemerintah wilayah. Dalam kebijaksanaan penyediaan tanah untuk pembangunan, saya mewajibkan kepada Real Estate untuk menyetor sejumlah uang yang besarnya ditetapkan atas dasar formula tertentu yaitu sebesar : 50% x 10% x 60% x 50% luas tanah x harga bangunan per meter persegi. Stipulasi ini tidak diatur oleh Perat uran Menteri Dalam Negeri No.5 Tahun 1974. Uang ini dipergunakan untuk membiayai law enforcement, dan dalam pelaksanaannya dipedomani prinsip yang kuat membantu yang lemah. Kebijaksanaan ini juga mempenga ruhi penentuan harga tanah untuk kepentingan swasta. Untuk pembangunan suatu kawasan, sesuai dengan kepentingan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Rencana Induk, pengaturan semacam itu saya anggap perlu sekali.

Untuk instansi-instansi pemerintah yang memerlukan tanah untuk bangunan kepentingan umum, dapat meminta bantuan kepada Pemerintah Daerah untuk menyelesaikan pelaksanaan pembebasan tanahnya. Sebagai contoh tanah untuk Gardu-gardu Listrik(17), untuk pembangunan Kantor-kantor Telpon dan lain sebagainya. Sedangkan untuk keperluan Proyek Pemerintah DKI Jakarta sendiri, semua kebutuhan tanahnya, penyediaan lokasinya dan pematangan serta pembebasannya, dilakukan oleh Team Penyediaan Lokasi Bangunan untuk Kepentingan Umum. (18)

Terhadap pendudukan tanah secara liar, penindakan hukumnya didasarkan pada Undang-undang No. 51 Prp Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya.(19) Walaupun menurut peraturan tidak ada keharusan untuk memberikan pesangon, tetapi dalam praktek pembebasan tanah dari penghunian liar itu saya berikan pesangon berupa ongkos pindah bagi bangunan yang didirikan diatas tanah pihak lain.

Saya berpendapat bahwa penyelesaian tanah pelabuhan pada prinsipnya didasarkan kepada keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan.(20) Daerah-daerah yang semula termasuk lingkungan kerja pelabuhan(21) dan berada diluar batas-batas lingkungan kerja pelabuhan (ring bewaking) dinyatakan berada dibawah penguasaan Pemerintah DKI Jakarta. Areal tanah yang telah ditetapkan sebagai lingkungan kerja pelabuhan (ring bewaking) ditetapkan sebagai tanah negara dengan sifat hak pengelolaan yang diberikan kepada Departemen Perhubungan dengan keharusan untuk mendaftarkan kepada Direktorat Agraria DKI Jakarta. Pelaksanaan pengelolaan dilakukan oleh Departemen Perhubungan tetapi dalam rangka pemberian hak pakai kepada pihak ketiga harus didaftarkan kepada Direktorat Agraria DKI Jakarta untuk memperoleh sertifikat hak tanah.

Demikian pula, untuk semua kegiatan yang menyangkut penggunaan dan peruntukkan tanah dikawasan pelabuhan udara berlaku ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Namun demikian mengingat kegiatan di wilayah tersebut merupakan kesatuan unit perencanaan yang terpadu, maka pengajuan izin penggunaan dan peruntukan tanah dapat dilakukan secara berkelompok atau gabungan oleh Badan Pengusaha Pelabuhan Udara. Sedangkan perihal yang menyangkut masalah pertanahannya, tetap berlaku ketentuan-ketentuan yang berlaku diwilayah DKI Jakarta.

Kebijaksanaan penggunaan tanah dengan mengikut sertakan modal swasta lewat usaha real estate dalam pengembangan kota saya tetapkan sejak tahun 1975. Kegiatan penggunaan tanah secara perorangan pelaksanaannya sering secara terpencar lokasinya; lagi pula pola pembangunan perumahan lebih mengutamakan pembangunan rumah untuk penggunaan sendiri semata-mata, pola pertumbuhannyapun kurang menguntungkan dilihat dari segi perkembangan kota. Pembangunan secara perseorangan, umumnya tidak memikirkan usaha untuk menyediakan prasarana yang diperlukan guna memenuhi kebutuhan kawasan pemukiman baru serta tidak ada usaha untuk menyediakan sarana sosial yang dibutuhkan dalam lingkungan perurnahan yang baru itu seperti sekolah, Puskesmas, Tempat-tempat Rekreasi dan sebagainya, Dengan adanya pola pembangunan perorangan yang umumnya terpencar-pencar itu, penyediaan tanah prasarana dan sarana sosial lainnya akhirnya menjadi beban Pemerintah Daerah.

Dalam pendekatan pengembangan wilayah oleh real estate. kegiatan pembahgunan didasarkan atas pengembangan satu unit lingkungan yang lengkap, yang tidak saja terdiri dari perumahan-perumahan, tetapi juga sarana-sarana lainnya yang seharusnya dimiliki didalam unit lingkungan itu. Dengan demikian keuntungan Pemerintah Daerah disamping pembiayaan penyediaan tanah, pembangunan prasarana dan sarana sosial dapat disediakan oleh real estate, dimungkinkan wilayah baru tersebut terbangun secara teratur sesuai dengan perencanaan, dan sekaligus tersedianya prasaranadan sarana secara lengkap. Kepada real estate yang Pemberian hak atas tanah, tidak mutlak kepada real estate yang bersangkutan. Malah tujuan akhirnya hak-hak atas tanah itu hendaknya kelak  jatuh kepada perorangan yang membeli rumah-rumah yang dibangun oleh real estate yang bersangkutan.

Perlu saya jelaskan bahwa sebelum usaha real estate berkembang di Jakarta dilingkungan Pemerintah DKI Jakarta sendiri sudah terdapat badan yang bergerak dalam kegiatan pengembangan wilayah baru dan peremajaan pusat-pusat kegiatan perkotaan. Prinsip managemennya tidak didasarkan pada usaha mencari untung semata-mata, tetapi merupakan upaya untuk menguasai dan mengarahkan "secara langsung" perkembangan kota. Kepada Otorita diberikan wewenang pengembangan atas suatu areal tanah yang ditunjuk untuk dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan berpedoman pada Rencana Induk. Adapun Otorita proyek pengembangan wilayah yang ada sampai saat sekarang terdiri dari : Otorita Ancol. (22) Badan pelaksanaan Otorita Pluit, (23) Yayasan Pulo Mas (24) Badan Pelaksana Otorita Cempaka Putih (25), Badan Pelaksana Otorita Pondok Pinang (26) Badan Pelaksana Otorita Sunter.(27)

Dalam usaha menggerakkan dana untuk penyediaan fasilitas dan peremajaan pusat pertokoan perbelanjaan dibentuklah Otorita Pembangunan Proyek Senen.(28) Pembangunan Proyek Senen merupakan realisasi gagasan peremajaan daerah Senen. Seperti diketahui Senen yang terletak di jantung kegiatan perekonomian di Jakarta, kondisi fisik dan perkembangan kehidupan sosial di kawasan itu pada waktu itu jauh dari memenuhi persyaratan.

(9) Perlu dicatat, selama masa jabatan saya, salah satu masalah hukum yang paling menyibukkan aparat Pemerintah DKI Jakarta adalah soal pembebasan tanah. Dari 453 kasus pengadilan yang saya hadapi di pengadilan 294 atau ± 50% di antaranya adalah masalah sengketa dan pembebasan tanah.

(10) Bandingkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 38 Tahun 1972 tentang Dinas Tata Kota dan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. B VII-3118/a/1/74 tanggal 13 Juli 1974 tentang Penyempurnaan Struktur Organisasi Dinas Tata Kota DKI Jakarta.

(11) Keputusan Gubernur No. Da.11/4/48/1969 tanggal 26 Maret 1969 tentang Kebijaksanaan tentang Pemberian Hak atas Tanah dalam Wilayah DKI Jakarta.

(12) Termasuk jalan protokol adalah JI. Thamrin, Sudirman, Medan Merdeka Selatan, Barat, Timur dan Utara, Gatot Subroto, Lapangan Banteng dan lain sebagainya.

(13) Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. D.IV-8127/e/21/75 tanggal 21 Desember 1975 tentang Penetepan Kembali Lokasi dan Klasifikasi serta Penyesuaian Penentuan Besarnya Pungutan Penunjukan (Entrance Fee) atas penggunaan tanah didaerah-daerah pilihan (Delected area) dalam wilayah DKI Jakarta sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan ini.

(14) Surat Edaran Menteri Agraria No. 34/1/34 tanggal 27 Januari. 1958 tentang Pembelian Tanah untuk Keperluan Dinas.

(15) Keputusan Gubernur No.Da.11/3/14/1972 tanggal 2 Pebruari 1972 tentang Pedoman Penetapan Besarnya Penaksiran Ganti Rugi Pembebasan Tanah beserta benda-benda yang ada diatasnya dalam wilayah DKI Jakarta.

(16) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975 tanggal 3 Desember 1975 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah.

(17) Keputusan Gubernur No.D.IV-a.11/29/1973 tanggal 8 Desember 1973 tentang Persyaratan Penyediaan Tanah Lokasi Gardu Listrik di wilayah DKI Jakarta.

(18) Keputusan Gubernur No.D.IV-3916/d/16/1974 tanggal 19 Agustus 1974 tentang Pembentukan Team Penyediaan Lokasi Bangunan untuk kepentingan umum.

(19) keputusan Gubernur No.Da-11/1/3/68 tanggal 11 Januari 1968 tentang Penertiban atas Tanah Garapan yang tidak diolah.

(20) Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan No. 191 Tahun 1969 No. SK.83/0/1969 tanggal 27 Desember 1969 tentang Penyelesaian Tanah Pelabuhan.

(21) Staatblad 1926 No. 16 tentang Batas-batas Lingkungan Kerja Pelabuhan.

(22) Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1960.
- Keputusan Presiden No. 338 Tahun 1960.
- Keputusan Presiden No. 309 Tahun 1965.
- Keputusan Gubernur No. 11 tanggal 30 Maret 1961.
- Keputusan Gubernur No.1b.3/1/59/66 tanggal 25 Nopember 1966.

(23) Keputusan Gubernur KDKI Jakarta tanggal 20 Mei 1965 No. Ic/3/11165 dan terakhir diubah dengan Keputusan Gubernur No. Dc.10/1/1/71 tanggal 1 Pebruari 1971 tentang Pembentukan Badan Pelaksana Otorita Pembangunan Pluit.

(24) Didirikan dengan Akte Notaris Eliza Pondaag No. 61 tanggal 26 Juni 1963.

(25) Keputusan Gubemur No. 9557/BS/61 tanggal 31 Mei 1961 ten tang Pembentukan Badan Pelaksana Otorita Pembangunan Cempaka Putih.

(26) Keputusan Gubernur No. Da.11/19/6/72 tanggal 14 Juni 1972 tentang Pembentukan Badan Pelaksana Otorita Pembangunan Pondok Pinang DKI Jakarta.

(27) Keputusan Gubernur No. D.IV-c.13/1/54/74 tanggal 15 Pebruari 1974 tentang Pembentukan Badan Pelaksana Otorita Pembangunan Sunter DKI Jakarta.

(28) Keputusan Gubernur No. 23094/PUH tanggal 27 Desember 1961 kemudian diubah dengan Keputusan Gubernur No. 12/2/46/63 tanggal 28 Desember 1963 tentang Pembentukan Badan Pelaksana Otorita Pembangunan Proyek Senen.

sumber:
Ali Sadikin. "Pengembangan Fisik Kota" dalam Gita jaya : catatan gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977. Jakarta : Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1977.)

No comments:

Post a Comment