Tuesday, September 11, 2012

Gita Jaya 7 : Air Minum


Penyediaan air minum bagi penduduk Jakarta, bersumber dari Instansi Penjernihan Air Pejompongan dan sumber air minum di Ciburial - Bogor. Produksinya pada tahun 1966 masing-masing 2.000 liter/detik dari Instansi Pejompongan dan 300 liter/detik dari Ciburial, jadi jumlah seluruhnya adalah 2.300 liter/detik.(40) Kapasitas ini sangat terbatas apabila kita ingin memenuhi kebutuhan air minum sebanyak 180 - 200 liter/orang/hari, kebutuhan sesungguhnya adalah sekitar 8000 liter/detik.(41) Jadi produksi air minum ini masih jauh dibawah kebutuhan kota. Lebih-lebih akibat menurunnya air dari Ciburial yang akhir-akhir ini makin terasa sekali. Meningkatnya pemakaian air pada lingkungan pertumbuhan disepanjang Jakarta - Bogor mempengaruhi tekanan air dari Ciburial.

Masalahnya tidaklah hanya pada usaha menaikan produksi air minum saja, tetapi penyediaan jaringan distribusi air dari pusat produksi menuju ke langganan juga merupakan masalah utama. Disamping kemampuan peralatan-peralatan yang sudah ada tidak memadai lagi, pipa-pipa jaringan distribusi sudah tidak memenuhi syarat penggunaan lagi. Pada umumnya pipa-pipa tersebut telah berumur sekitar 50 tahun akhirnya terjadi kebocorari dimana-mana. Akibatnya tekanan air berkurang. Disamping itu diameter pipa tidak sesuai lagi dengan volume dan jarak pemakaian air minum secara keseluruhan.

Dalam Pola Rehabilitasi Pembangunan 3 Tahun, Pemerintah Pusat telah melaksanakan program perluasan instalasi Pejompongan ini seluruhnya di laksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik. Sedangkan rehabilitasi pipa-pipa distribusinya yang juga dibiayai oleh Pemerintah Pusat, pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Program ini telah menaikkan tambahan produksi air minum sebanyak 1.000 liter/detik dan rehabilitasi/penambahan pipa-pipa distribusi 225 Km.(42)

Usaha peningkatan produksi dan pemasangan pipa-pipa distribusi sampai dengan Pelita I terus dilakukan. Persiapan-persiapan kearah pencaharian sumber-sumber air baru, baik didalam wilayah DKI Jakarta, maupun daerah sekitar sesuai dengan garis-garis kebijaksanaan dalam Rencana Induk DKI Jakarta mulai dikembangkan pula. Namun kenyataan penambahan kepastian produksi tidak dapat mengimbangi meningkatnya kebutuhan air minum akibat pertambahan penduduk. Bahkan akibat terbatasnya penyebaran pipa distribusi, air minum dari PAM hanya dinikmati oleh 15% dari penduduk Jakarta. Sebahagian besar penduduk memperoleh air dari sumber-sumber lain, antara lain dari sumur-sumur pompa, kincir angin, penampungan air hujan, bahkan sampai membeli air dari penjual air keliling.

Saya merisaukan paradoks pelayanan air bersih. Justru golongan berpendapatan rendah terpaksa mendapatkan air dari pembelian dengan harga yang cukup tinggi. Penjualan ini pada umumnya dilakukan oleh pengusaha yang mendapatkan air tersebut dari PAM, sebagai langganan. Mereka menjual kembali dengan harga berlipat ganda dari harga langganan dengan mendapatkan keuntungan besar. Sebaliknya mereka yang berpenghasilan tinggi justru menikmati air dari jaringan air bersih pemerintah yang harganya relatip rendah dan lebih terjamin kwalitasnya.

Keadaan pelayanan dan harga air bersih seperti saya gambarkan diatas telah merangsang pengeboran sumur-sumur. Pengeboran sumur-sumur terutama sumur-sumur dalam (deep wells) secara sembarangan dan tanpa batas, bisa membawa pengaruh buruk terhadap stabilitas air tanah. Disamping akan berkurangnya air tanah, akan timbul akibat lain yaitu berubahnya struktur dan berkurangnya kekuatan tanah. Ini akan sangat berbahaya dan berpengaruh terhadap bangunan diatasnya, terutama pada bangunan bertingkat tinggi. Penggalian sumur dangkal yang dilakukan oleh rakyat, meskipun tidak banyak mengganggu struktur tanah, masalahnya justru menyangkut kesehatan rakyat itu sendiri. Acapkali penduduk tidak memperhatikan keadaan sekitar sumur tersebut. Mereka belum bisa memeriksa mutu air kepada yang berwajib, sehingga tidak mustahil mereka menggunakan air yang kurang terjamin sanitasinya.

Bagi kota besar seperti Jakarta ini kebutuhan air minumnya tidak lagi dapat dipenuhi melalui cara-cara tradisionil yang masih dapat digunakan didesa-desa. Harus digunakan cara-cara yang lebih terencana, sehingga dapat tersedia air yang memenuhi persyaratan kesehatan. Karena apabila pembiayaan memungkinkan program-program penyediaan air minum harus merupakan prioritas utama pembangunan dikota-kota. Pada tingkatan sekarang, usaha-usaha perlu lebih ditujukan untuk pencaharian sumber air alam yang baru; seperti sumber air Gobong di Bogor yang diduga mempunyai kepastian yang cukup besar. Sehingga usaha pengeboran sumber-sumber dalam (deep wells) dibatasi dan dikontrol melalui pemberian izin pengeboran.

Dalam PELITA I, usaha untuk perbaikan keadaan air minum telah dilakukan pula, baik dalam peningkatan produksinya maupun pemasangan pipa-pipa distribusi baru. Disamping itu rehabilitasi pipa-pipa juga dilakukan. Dengan cara ini kehilangan air (unaccounted water) diperkirakan sebesar 40% dapat diperkecil. Jumlah peningkatan produksi air minum selama Pelita I ini adalah 2.000 liter/detik. Kapasitas produksi sekarang 5.300 liter/detik. Rahabilitasi pipa-pipa induk mencapai 11.678 M. Biayanya dapat dari pelaksanaan PELITA I Nasional Jakarta. Dengan penambahan produksitersebut belum berarti kebutuhan air bersih sudah terpenuhi dari jumlah produksi air minum ini, yang dapat tersalurkan kepada penduduk baru sebesar 4.250 liter/detik. Hal ini disebabkan karena jaringan pipa distribusi yang tersedia masih belum mencukupi.

Program penyediaan air bersih dalam PELITA II di Jakarta diprioritaskan pada peningkatan produksi air minum. Pelaksanaannya dilakukan seluruhnya oleh Pemerintah Pusat terutama pembuatan instalasi penjernihannya. Hanya masalah distribusinya akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, atas pertimbangan kemudahan pelaksanaan dilapangan. Pengadaan/peningkatan produksi air minum dan perluasan jaringan induk ini mencakup kegiatan, pembangunan baru tempat penjernihan air untuk bagian Timur Jakarta dengan kapasitas 4.000 liter/detik termasuk jaringan pipa-pipanya. Dalam program ini termasuk juga perluasan jaringan pipa-pipa utama untuk melayani daerah-daerah yang tekanan rendah dan daerah-daerah baru.

Untuk mendukung program Pemerintah Pusat diatas, saya menyiapkan program-program yang sejalan. Antara lain ialah pengamanan tanah dan aliran sungai yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan Pusat Penjernihan air yang baru saya lakukan. Pelayanan kepada masyarakat dengan pemanfaatan secara maksimal produksi air bersih yang ada ditingkatkan. Pendapatan Pemerintah Daerah dari hasil pendistribusian air dengan sistim yang lebih baik dan adil saya perhatikan dengan seksama. Prioritas program dibidang ini diletakkan pada penyempurnaan jaringan-jaringan distribusi dengan mengadakan perbaikan-perbaikan pada kebocoran-kebocoran, antara lain dengan kemungkinan pelapisan kembali pipa-pipa lama. Effisiensi aparatur pemeliharaan dan penelitian meter air saya rasa masih bisa ditingkatkan. Terutama didalam menghadapi adanya rencana perluasan jaringan air bersih dan peningkatan produksinya. Proyek ini dilakukan dengan bantuan Pemerintah Jepang.

Dalam usaha peningkatan penyediaan air bersih, saya rintis kerjasama dengan Pemerintah Negara Belanda dalam rangka program Jakarta - Amsterdam. Saya manfaatkan tenaga-tenaga akhli dari Negara Belanda dalam penyelesaian proyek-proyek penyedian air bersih. Proyek-proyek yang mereka bantu antara lain : pembangunan dan pengembangan Miniplant Cilandak guna penyediaan air minum Daerah Jakarta Selatan. Pembangunan Instalasi kecil Jelambar guna penyediaan kebutuhan sebagian air minum Jakarta Barat. Pembangunan Instalasi penjernihan Pulo Gadung guna penyediaari air minum daerah Jakarta Timur dengan kapasitas 4.000 liter/detik, yang dewasa ini sedang diselesaikan perencanaan tarap pertamanya.

(40) Jakarta Nota Keuangan Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta Tahun Dinas 1968: Jakarta. 1969 hal. 64.

(41) Jakarta Extension project of Jakarta Water Supply System (Laporan Nihon Suido Consultants pada Directorate of Sanitary Enggineering. Directorate General Cipta Karya) Tokyo Nihon Suido Consultants. 1972.

(42) Jakarta, Kantor Sensus dan Statistik, Jakarta Dalam Angka 1961. Jakarta, 1968. Hal. 14.

sumber:
Ali Sadikin. "Pengembangan Fisik Kota" dalam Gita jaya : catatan gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977. Jakarta : Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1977.)

No comments:

Post a Comment