Saturday, September 8, 2012

Gita Jaya 7 : Kebijaksanaan Penanggulangan Prasarana Kota


Dalam menghadapi masalah-masalah penyediaan prasarana kota, saya letakkan kemudian siasat dasar penanggulangannya. Siasat itu mengatur penetapan prioritas yang diselaraskan dengan kemampuan pembiayaan. Karena keterbatasan pembiayaan, maka saya golong-golongkan permasalahan prasarana kota ke dalam urutan prioritas. Prioritas utama diletakkan pada medan-medan yang saya anggap kritis dan mempunyai manfaat ganda. Maksudnya agar penanggulangannya dapat dijangkau oleh ke" mampuan keuangan Pemerintah Daerah, dan oleh kondisi kelembagaan yang ada serta waktu yang tersedia. Mengingat kondisi yang masih diliputi berbagai ketidakpastian untuk pengelolaan dan pembinaan prasarana, langkah-langkah yang melibatkan perhitungan jangka waktu yang panjang sekali, terpaksa saya letakkan pada prioritas nomor dua.

Seperti telah saya singgung di atas, keadaan prasarana kota pada waktu itu dapat dianggap kritis oleh karena kurang terawat. Keadaan seperti itu tidak saja mengurangi kemampuan pelayanan daripada sarana-sarana tersebut, tetapi juga dapat meruntuhkan kepercayaan pada kemampuan Pemerintah dalam membina kota. Bagi rakyat banyak, barometer yang paling mudah, Populer dan efektif untuk mengukur kemampuan suatu pemerintahan ialah keadaan sarana jalan di daerah itu. Oleh karenanya, saya berpendapat bahwa pembangunan Jakarta harus dimulai dengan tahap rehabilitasi terlebih dahulu. Atas dasar pemikiran itu, saya mulai dengan memulihkan keadaan prasarana kota pada keadaan yang baik, dimana jalan-jalan mendapatkan perhatian utama.

Program pembangunan yang bertujuan perluasan dan penambahan jalan diletakkan pada prioritas berikutnya. Prasarana kota yang melibatkan pembiayaan yang banyak, jangka waktu pelaksanaan yang sangat lama, dan membutuhkan prakondisi sikap mental masyarakat, merupakan masalah yang saya tangani sekedarnya, sesuai dengan kemampuan yang terbatas. Termasuk dalam hal ini adalah sarana-sarana untuk mengatasi banjir, perumahan, air limbah dan air minum. Semuanya itu tidak bisa tidak penanganannya harus dibantu oleh Pemerintah Pusat.

Dalam melaksanakan prioritas utama seperti tersebut di atas, secara cermat saya pertimbangkan pula efek politiknya, pengaruh sosial ekonomis dan tenggang waktu pelaksanaan yang dapat dicapai dalam jangka pendek. Dengan demikian secara akumulatif akan membawa pengaruh yang lebih luas dan mantap dalam memberi landasan bagi lancarnya program-program selanjutnya. Misalnya dalam penggarapan prasarana jalan, dipilih jalan-jalan utama yang mempunyai pengaruh terhadap lancarnya mekanisme perekonomian kota, di atas prioritas penggarapan jalan-jalan lingkungan. Hal ini dicerminkan dengan kebijaksanaan pokok yang selalu menekankan bahwa kondisi jalan ekonomi harus baik sepanjang tahun, sedangkan jalan lingkungan hanya dikenakan perbaikan satu kali dalam 3 (tiga) tahun.

Kegiatan pembangunan prasarana selalu saya dasarkan pada pola pikiran untuk mendukung usaha peningkatan sistim perkotaan dalam arti luas. Saya berkeyakinan, tanpa dukungan sarana fisik, usaha pembinaan masyarakat untuk berbagai macam kegiatan sosial ekonomi tidaklah mudah dilaksanakan. Menyadari hal itu, maka saya kembangkan pengertian akan usaha pemanfaatan fasilitas kota sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Apabila memungkinkan, prasarana yang tersedia dapat digunakan secara ganda. Dalam pada itu saya juga berkeyakinan, bahwa faktor tersedianya prasarana tidak bisa dipisahkan dengan usaha-usaha pembangunan ekonomi. Usaha-usaha perbaikan ekonomi tidak akan berhasil tanpa memberikan prioritas pula terhadap pengembangan prasarana fisik.

Atas dasar keadaan yang saya gambarkan tersebut di atas, kemudian prioritas sektoral saya tetapkan. Demikian pula penyesuaian prioritas dalam periode pembangunan lebih lanjut setelah periode rehabilitasi saya lakukan dengan penilaian secara seksama. Pada periode Pelita I, penentuan prioritas masih ditekankan pada pembangunan prasarana kota, disusul dengan sektor kesejahteraan rakyat. Pada Pelita II, sebaliknya prioritas sudah dapat saya alihkan pada sektor kesejahteraan rakyat, setelah masalah prasarana relatif teratasi.

Sementara itu intensitas dan gairah pembangunan akibat membaiknya iklim perekonomian secara menyeluruh di Indonesia, sangat terasa pengaruhnya di Jakarta. Khususnya volume pembangunan dengan pembiiwaan Pemerintah, sangat meningkat sejak Pemerintah Orde Baru. Untuk menampung perluasan kegiatan tersebut, diperlukan kemampuan pelaksanaan yang meningkat pula. Dan saya harus menampung perkembangan baik dari segi perluasan tenaga kerja maupun peningkatan keterampilan tenaga-tenaga ahlinya.

Berkaitan dengan keadaan tersebut diatas dan sebagaimana juga telah saya paparkan pada bagian terdahulu, beberapa Dinas baru yang merupakan pemecahan dari Dinas Pekerjaan Umum sejak tahun permulaan jabatan saya telah dibentuk. Diantaranya Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pertamanan, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, dan lain sebagainya. Sedangkan dilingkup kegiatan usaha swasta, khususnya menyangkut usaha dibidang teknik diadakan penataan dengan mengadakan registrasi dan klasifikasi menurut keahliannya. (8)

(8) Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. Da.1/4/60/1972 tanggal 29 Maret 1972 tentang Ketentuan Persyaratan Pemakaian Surat Izin Pemborongan Pembangunan di Wilayah DKI Jakarta.

sumber:
Ali Sadikin. "Pengembangan Fisik Kota" dalam Gita jaya : catatan gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977. Jakarta : Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1977.)

No comments:

Post a Comment