Tuesday, September 11, 2012

Gita Jaya 7 : Kebersihan


Saya sadari sepenuhnya bahwa, perbaikan sarana kota yang selama ini dilakukan didalam rangka penciptaan lingkungan hidup perkotaan yang lebih baik, perlu didukung dengan program-program kebersihan kota dan lingkungan. Apabila kita meneliti jenis sampah dan kotoran yang mengganggu kebersihan kita jumpai masalah kebersihan ini dalam bentuk air kotor dan sampah.

Pada kota-kota yang pertumbuhannya telah direncanakan secara baik masalah penyaluran air kotor telah pula direncanakan secara matang dalam Sistim Pembuangan Air Kotor. Tetapi Jakarta tidak memiliki sistim ini. Pembuangan air kotor tidak disalurkan dalam sistim pembuangan air kotor, tetapi dibuang secara setempat melalui sistim septictank saja. Sistim yang terakhir ini memang tidak memerlukan biaya yang besar. Bahkan anggaran pembuatannya dapat ditanggung seluruhnya oleh masyarakat. Karena biasanya dijadikan satu dengan biaya sistim septictank masih dapat digunakan. Tetapi sudah riskan untuk digunakan di daerah perumahan yang padat penduduknya.

Persyaratan jarak letak diantara sumur-sumur air dangkal yang biasanya juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum dengan septictank tidak lagi dapat dipenuhi. Akibatnya masyarakat terpaksa menggunakan air yang tidak lagi memenuhi kesehatan. Keadaan ini banyak dijumpai dibeberapa daerah perkampungan dipusat kota. Ancaman ini terutama dihadapi daerah pemukiman masyarakat berpenghasilan rendah. Sistim septictank tidak digunakan lagi, sebab kecuali biayanya tidak terlalu murah, juga membutuhkan tanah yang relatip luas. Kenyataannya mereka banyak menggunakan sistim lobang perembesan biasa yang lebih tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Atau akhirnya mereka menggunakan jaringan saluran banjir ataupun sungai yang ada.

Keadaan ini makin memburuk dengan makin memadatnya lingkungan perumahan penduduk. Bagi saya masalahnya ialah bagaimana menanggulangi masalah ini dengan biaya yang sangat terbatas. Dalam Pelita I saya mengambil tindakan darurat dengan membangun tempat mandi, cuci dan kakus umum (M.C.K.). yang dapat digunakan oleh masyarakat yang membutuhkannya. MCK yang berkapasitas 12 tempat jongkok ini telah banyak dilaksanakan dalam Proyek Perbaikan Kampung Pelita I, untuk dapat mengejar kebutuhan dengan segera. Sementara itu bagi penduduk yang menggunakan sungai-sungai secara sembarangan, telah pula disalurkan kedalam MCK-MCK yang dibangun disepanjang sungai tersebut, seperti yang dapat kita jumpai di sungai Ciliwung.

Pada umumnya MCK-MCK itu secara efektif dapat memenuhi kebutuhan penduduk secara darurat. Tetapi yang lebih penting lagi adalah terbentuknya disiplin masyarakat untuk menggunakan fasilitas umum bersama. Mereka harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap kesehatan dan kebersihan lingkungan oleh pemerintah bagi masyarakatnya. Program darurat ini tentu belum dapat menyelesaikan masalah seluruhnya. Oleh karena itu dengan bantuan Bank Dunia saya menyusun Masterplan Saluran Air Kotor (sewage system) yang akan merupakan rencana pelaksanaan penanggulangan masalah-masalah dalam hubungannya dehgan pem" buangan air kotor.

Untuk Pelita II ini telah disiapkan rencana teknik pendahuluan (preleminary engineering) untuk pelaksanaan pada daerah Setia Budi, Gambir, Kemayoran dan Kuningan. Daerah ini dipilih sebagai pilot project pelaksanaan atas pertimbangan dapat mewakili lingkungan perumahan masyarakat dari kelompok penghasilan tinggi sampai penghasilan terendah di Jakarta. Sementara itu program jangka pendek pembuatan MCK, tetap dilaksanakan terutama pada Program Perbaikan Kampung. Peningkatan kwalitas terus dilakukan. Diantaranya MCK dari 12 tempat jongkok ini telah dirubah menjadi MCK 6 tempat jongkok. Dengan demikian penempatannya lebih terpencar dan mempunyai jarak capai yang lebih dekat. Program MCK untuk sungai-sungai dalam Pelita II ini tidak lagi dilaksanakan. Bahkan akibat program normalisasi saluran dan sungai, kegiatan MCK tidak lagi dipergunakan disepanjang sungai. Hal ini dilakukan untuk menghindari sejauh mungkin terjadi pendangkalan sungai-sungai, yang tidak diinginkan dalam program tata pengairan.
Kamis 23 2 2012 Siang Ketika Membuang Sampah Di Kali Ciliwung
sumber : pelauts

Masalah sampah juga merupakan masalah yang segera perlu diatasi pula. Kesadaran masyarakat untuk ikut serta menjaga kebersihan dan keindahan kota dan lingkungannya pada saat-saat permulaan saya memegang jabatan Gubernur, sangatlah kurang sehingga sampah-sampah banyak tersebar dan tertimbun dibeberapa bagian kota secara sembarangan. Bahkan kebiasaan untuk membuang sampah disaluran air dan sungai-sungai yang terdekat sudah menjadi kebiasaan hidup rakyat diperkampungan. Hal ini akan menimbulkan masalah-masalah baru pada sektor sarana kota lainnya. Saluran-saluran air tersumbat, terjadi pendangkalan sungai dan saluran yang mengakibatkan rusaknya tata pengairan. Akibatnya saluran itu tidak mampu lagi mengalirkan air pada musim hujan, dan akhirnya terjadi banjir dimana-mana.
Waduk Pluit, mulanya seluas 80 hektar, dan kedalaman 10 m. Akhir tahun 2012, diperkirakan luas waduk sekitar 60 ha., dengan kedalaman kurang dari 5 meter. Sekitar 20 ha. telah dicaplok warga untuk dijadikan permukiman liar. Akibatnya, fungsi waduk tak lagi optimal. Diperkirakan biaya pengerukan waduk sebesar 1 Trilyun, akan tetapi warga enggan pindah   tanpa ganti rugi, padahal tanah tersebut milik Pemprov DKI. sumber foto metrotvnews

Hasil studi yang pernah dilakukan oleh Pemerintah Daerah menunjukkan, bahwa diperkampungan yang padat sedikit sekali penduduk yang membuang sampah pada bak-bak sampah lingkungan yang tersedia mengemuka kan sebagai berikut. Pada tahun 1972, 35% penduduk mengatasi sampah dengan membakar, 15% menanam, dan 22% membuangnya di saluran-saluran air.(39) Keadaan yang demikian ini sangat mempengaruhi kwalitas lingkungan hidup. Masalahnya tidak hanya mengenai kebersihan yang ada hubungannya dengan keindahan kota, tetapi yang lebih penting adalah mengenai masalah kesehatan. Lebih-lebih jenis sampah erat hubungannya dengan tingkat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia. Sampah-sampah itu sebagian besar terdiri dari bahan-bahan organik, sehingga mestinya yang sangat cocok bagi siklus kehidupan didaerah pedesaan tetapi tidak lagi cocok bagi kehidupan kota. Didalam proses penghancurannya melalui pembusukan sampah dalam jumlah yang besar dan dalam lingkungan yang terbatas akan menimbulkan pencemaran lingkungan.

Dari hasil survey yang dilakukan oleh Kantor Sensus dan Statistik DKI Jakarta pada tahun 1972, diperkirakan jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya adalah sekitar 3.176 M3. Ini terdiri dari sampah-sampah yang dihasilkan dari sektor pasar sebanyak 14,4%, sektor industri 5,6%, sektor perdagangan (Kantor/Hotel) 3,6% dan sisanya 76,4% dari sektor perumahan.

Setelah mengenal persampahan saya menempuh kebijaksanaan penanggulangan masalahnya dengan mengajak masyarakat untuk turut serta dalam program Pemerintahan Daerah. Adapun kebijaksanaan yang saya laksanakan antara lain ialah :
- Penambahan peralatan operasionil kebersihan kota dan penyempurnaan sarana administrasinya.
- Penyebaran regu-regu kebersihan yang ditempatkan pada sarana asrama khusus yang dapat digerakkan setiap saat apabila diperlukan.
- Mengajak masyarakat untuk dapat menyediakan bak-bak sampah sesuai dengan kemampuan masing-masing, untuk dapat melancarkan sistim kebersihan kota.
- Memberikan bimbingan serta penjelasan-penjelasan kepada masyarakat tentang arti dan pentingnya kebersihan. Cara-cara yang efektif juga saya tempuh melalui kerja bakti.
- Membimbing masyarakat untuk dapat turut serta memelihara sarana kebersihan yang telah dibangun untuk kepentingan mereka.
- Usaha-usaha law enforcement dalam rangka peningkatan disiplin masyarakat dengan memberikan sanksi-sanksi pada pelanggaran ketentuan kebersihan.
- Meningkatkan orientasi kerja dari regu-regu kebersihan dengan cara memberikan jaminan sosial khususnya serta usaha-usaha meningkatkan keselamatan kerja.

Sampai saat ini saya masih menggunakan cara-cara yang konvensionil dalam pengoperasian kebersihan kota. Sistim operasinya melalui prosedur dari pembuangan sampah oleh penduduk ke bak-bak sampah, selanjutnya dari bak-bak sampah ke terminal dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota. Pada daerah perkampungan yang sempit pengangkutan dimulai dari pengambilan sampah dari bak-bak sampah yang dilakukan dengan gerobak sampah. Kemudian ditampung pada truck-truck sampah dan akhirnya disalurkan menuju terminal. Sedangkan pada wilayah yang mempunyai jalan-jalan yang lebih besar dapat mengikuti proses yang lebih sederhana. Tetapi karena terbatasnya anggaran, saya memutuskan hanya akan melayani pembuangan sampah pada sektor perumahan dan pasar saja. Sektor-sektor kantor/hotel dan industri diharuskan untuk mengatur pembuangan sampahnya sendiri.

Pembuangan sampah yang dilakukan selama ini ditampung pada terminal penimbunan sampah (dumping site). Tempat-tempat penimbunan sampah ini dipilih didaerah-daerah yang masih belum terbangun dan jauh dari daerah lingkungan kehidupan: Prioritas tempat-tempat ini adalah daerah-daerah yang rendah. Dengan demikian sampah ini dapat sekaligus berfungsi sebagai urugan. Sehingga wilayah itu kelak kemudian hari akan menjadi cukup tinggi dan siap untuk dimanfaatkan. Sesungguhnya pengurugan dari pembuangan sampah yang lebih baik dan sehat adalah sanitary land fill yang telah umum digunakan dinegara lain. Tetapi kita belum dapat menggunakan saat ini karena biaya untuk itu belum terjangkau.

(39) Jakarta, Kantor Sensus & Statistik : Hasil Survey Produksi Sampah di DKI Jakarta 1972 Jakarta, 1973 Hal. 5.

sumber:
Ali Sadikin. "Pengembangan Fisik Kota" dalam Gita jaya : catatan gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977. Jakarta : Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1977.)

No comments:

Post a Comment