Thursday, September 6, 2012

Gita Jaya 1 : Suasana Saat Pelantikan


Ketika saya dilantik menjadi Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta oleh almarhum Presiden Soekarno pada tanggal 28 April 1966, saat itu hati saya betul-betul tidak begitu merasa gembira. Ada beberapa alasan yang membuat saya prihatin. Pertama-tama, saya merasa asing dengan pekerjaan yang baru ini. Saya bukan orang pamong praja, dalam artian belum pernah memperoleh pendidikan pamongpraja atau bertugas sebagai pegawai pamongpraja. Latar belakang, saya adalah sebagai seorang tentara tulen. Tepatnya seorang Mayor Jenderal Marinir, yang sebelumnya pernah memegang jabatan Menteri.

Suasana pada waktu saya dilantik menjadi Gubernur Jakarta, juga bukan suasana yang menggembirakan. Masa itu adalah masa peralihan dari jaman Orde Lama ke jaman Orde Baru. Suasana di Ibukota dan di lain-lain tempat disemangati oleh sikap curiga mencurigai. Hal tersebut menjadi lebih sulit bagi saya berkenaan dengan kenyataan, bahwa saat itu saya diangkat dan dilantik sebagai Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh almarhum Presiden Soekarno di Istana Merdeka. Kenyataan ini mempunyai arti politis psikologis yang khusus saat itu, mengingat kegoyahan kedudukan pemerintahan Presiden Soekarno sebagai rangkaian akibat pemberontakan Gerakan Tigapuluh September dari Partai Komunis Indonesia (G-30-S/PKI) yang terjadi justru pada saat sekitar pelantikan saya.

Kepercayaan rakyat kepada Pemerintah juga sedang goyah. Pergolakan-pergolakan mahasiswa dan pemuda menjelang jatuhnya Orde Lama, sangat dirasakan pengaruhnya baik secara sosial politik maupun ekonomi di Jakarta. Kota Jakarta sendiri di tahun 1966 itu tampak seperti Kota yang terlantar. Tingkat kesejahteraan rakyatnya rendah, sedang sarana dan prasarananya tidak cukup untuk meningkatkan kesejahteraan tersebut. Kondisi dalam aparat pemerintahan tidak meyakinkan dan aparat itu hidup dalam suasana kekosongan pimpinan.

Selanjutnya, di dalamnya ada dualisme kekuasaan. Di satu pihak kekuasaan yang berpusat pada Biro Pemerintahan Umum Pusat dan di pihak lain yang terkonsentrasi pada aparat otonomi dalam Pemerintah Daerah. Keadaan itu lebih jauh diperberat dengan kondisi politik, di mana partai-partai dan berbagai golongan di masyarakat berusaha untuk menanamkan pengaruhnya di dalam aparat pemerintahan.

Pelantikan saya sebagai Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta didasarkan atas Keputusan Presiden No. 82 Tahun 1966, tanggal 20 April 1966. Dengan demikian bermulalah periode pertama jabatan saya sebagai Gubernur, yang berlangsung sampai dengan tanggal 20 April 1971.

Kemudian datang periode peralihan, dimana saya berfungsi sebagai Penjabat Gubernur, berdasarkan Keputusan Presiden No.42/M tahun 1971, tanggal 21 April 1971, yang kemudian diikuti dengan pelantikan untuk jabatan itu pada tanggal 17 Mei 1971. Periode sebagai penjabat Gubernur berlangsung hingga tanggal 4 Pebruari 1972 untuk kemudian disusul dengan masa jabatan resmi sebagai Gubernur kembali untuk kedua kalinya. Periode kedua ini diawali dengan pengangkatan saya sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan Keputusan Presiden No. 22/M tahun 1972 tanggal 4 Pebruari 1972, pelantikan dilakukan pada tanggal 14 Pebruari 1972. Masa jabatan kedua ini berakhir pada bulan Pebruari tahun 1977. Namun saya masih harus menjalankan tugas sebagai Penjabat Gubernur lagi, sampai bulan Juli 1977.

(Ali Sadikin. "Azas-azas Kepemimpinan Dalam Pengelolaan Pemerintahan di DKI Jakarta" dalam Gita jaya : catatan gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977. Jakarta : Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1977.)

No comments:

Post a Comment